Indonesia berada di peringkat 72 dari 102 negara yang diteliti dari sebelumnya yang menduduki urutan 67 dari 80 negara.
Hal tersebut mencuat dari Laporan Daya Saing Dunia (The Global Competitiveness Report) yang dipaparkan oleh Tulus T.H. Tambunan, Ketua Lembaga Penelitian Pengkajian Pengembangan Ekonomi (LP3E) di Jakarta, Jumat (31/10) siang. Menurut Tulus, bila dibandingkan dengan beberapanegara di Asia Tenggara, Indonesia menjadi yangterburuk. "Vietnam saja ada di urutan 60. Mungkinini bisa menjelaskan kenapa banyak perusahaanmemindahkan pabriknya ke sana," katanya sambiltertawa.
Pertumbuhan daya saing beberapa negara terdekat memang jauhmelampaui. Misalnya, Singapura berada di urutan ke-6, Malaysia peringkat 29, Thailand ke-32, Cinake-44 dan India di urutan 56.
Menurut Tulus, dirinya mengaku pesimis dengan pertumbuhan daya saing Indonesia. "Taruhlah Indonesia bisa tetap di jalur yang sekarang. Tapi negara lain dengan kecepatan yanglebih tinggi akan membuat peringkat Indonesia semakinterpuruk," katanya.
Laporan ini, papar Sekretaris Eksekutif di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) ini, sedikit banyak menjadi panduan bagi investor untuk menetapkan langkahnya. Apalagi di era dunia tanpa batas (borderless).
Berkaitan dengan hasil survei ini, Soy M. Pardede,ketua kompartemen bidang perdagangan Kadin menilaihasil ini amat berkait dengan para pelaku perdagangan."Ini cerminan apa yang dialami para pelaku usaha dilapangan," kata Soy. Sebenarnya, menurut dia, hal iniamat menyedihkan karena harus diangkatberulang-ulang dan semakin membuat mitra dagangmenjadi tidak percaya.
Beberapa indikator daya saing bangsa yang digunakandalam penelitian untuk mengukur indeks pertumbuhandaya saing ini antara lain teknologi, lembaga publikdan lingkungan ekonomi makro. Untuk ekonomi makroterbagi menjadi dua variabel yaitu stabilitas makrodan peringkat kredit. Ekonomi makro Indonesia beradadi urutan 64, sangat jauh dibanding Cina yang ada diurutan 25. Indikator lembaga publik, variabelnyaadalah korupsi. Indonesia ada di urutan 88 sedikitlebih baik bila dibandingkan dengan Filipina yang adadi urutan 92.
Sebelumnya tahun 2002 indeks ranking daya saing ini,ada dua hal yang diukur. "Pertumbuhan daya saing danindeks daya saing mikro ekonomi," jelas Tulus. Sedangkan untuk Laporan Daya Saing Indonesia ini adadua isu besar yang diukur. Indeks pertumbuhan dayasaing dan indeks daya saing dari segi bisnis. Untuk itudalam survei ini, World Economic Forum jugamenyebarkan kuesioner kepada para eksekutif diperusahaan. "Jadi ada dua data yang diandalkan disini, data primer dan sekunder yang berupa penyebarankuesioner ini," kata Tulus.
Dari sekitar 250 kuesioner yang disebar, hanya 67 yang kembali. Penelitian metodekualitatif yang di Indonesia bekerjasama dengan LP3Edan Kadin ini, menetapkan standar minimal 60 - 70kuesioner untuk bisa dinyatakan valid. Penyebaran kuesioner mulai dilakukan Februari 2003 dan selesai hingga Maret 2003. Pengolahan data dilakukan oleh World Economic Forum bekerjasama dengan Universitas Harvard.
Anastasya Andriarti/TNR