Audit oleh BPK tersebut diperlukan untuk menelusuri pencairan-pencairan uang yang selama ini dilakukan secara fiktif. Seperti diketahui, kantor cabang BNI Kebayoran Baru mengucurkan dana untuk membayar Wesel Ekspor Berjangka (bukan kredit ekspor) kepada beberapa pengusaha secara berturut-turut sejak Juli 2002 hingga Juli 2003. Pembayaran ini untuk kegiatan ekspor Gramarindo Group dan Petindo Group berupa pasir kuarsa dan minyak residu ke Kongo dan Kenya. Nilainya mencapai Rp1,7 triliun.
Pelanggaran terjadi ketika kantor cabang melakukan pembayaran tanpa mengecek lebih dulu bank penerbit L/C di luar negeri. Bank-bank itu adalah bank di Kenya, Swiss dan Cook Islands. Padahal bank-bank ini bukanlah bank korespondensi. Celakanya, kedua kelompok usaha itu kemudian diketahui tidak melakukan ekspor alias ekspor fiktif. Gramarindo Group diketahui dimiliki oleh Maria Pauline Lumowa, dan Petindo Group dimiliki oleh John
Audit itu untuk mengurai ke tingkat penyaluran-penyaluran dana tersebut,,kata Wakil Ketua Komisi IX Paskah Suzeta kepada TNR melalui telpon Jum'at (31/10) Sore.
Menurutnya, saat ini DPR sedang membicarakan kasus tersebut di tingkat sub komisi. Belum final. Minggu depan baru ada keputusan-keputusan mengenai sikap DPR. Salah satunya soal rencana DPR meminta BPK melalukan audit terhadap BNI,katanya.
Paskah menilai, sebenarnya audit dana tersebut sudah cukup jelas. Tapi untuk menelusuri sampai tingkat pencairan uang, diperlukan audit BPK,katanya.
putri alfarini/TNR