"Karena Indonesia sudah menyatakan keluar dari IMF," kata David di Departemen Keuangan Jakarta, Rabu (5/11).Hubungan dengan IMF, kata David, merupakan syarat bagi suatu negara memperoleh fasilitas-fasilitas pembayaran utang dari Paris Club. Karena sudah menyatakan keluar dari program IMF maka Indonesia tak lagi mendapat apapun program yang dikeluarkan oleh Paris Club maupun organisasi yang berafiliasi dengan lembaga pengutang itu.
Penjadualan utang yang dikenal dengan nama Evian Approach itu baru disepakati oleh negara kreditor di Paris pada 29 Oktober silam. Dalam skema itu negara yang punya utang bisa mengajukan penjadwalan langsung kepada negera pemberi utang secara bilateral tanpa melalui Paris Club lagi. Skema ini sebelumnya ditujukan khusus untuk negara-negara miskin, tahun ini dibuka bagi negara non-HIPIC (Heavily Indebted Poor Income Countries) atau negara miskin.
Menurut David situasi Indonesia saat ini berbeda dengan situasi empat tahun silam saat Indonesia dilanda krisis dan masuk pengawasan IMF. Saat ini, katanya, situasi ekonomi Indonesia jauh lebih baik. "Indonesia dalam dua tahun terakhir ini sudah bisa mengelola utang publik lebih baik," katanya.
Dengan kondisi yang lebih baik itu, katanya, Indonesia tak perlu kembali ke Paris Club. Indonesia lebih baik mengelola utang dan keuangan negaranya secara mandiri tanpa campur tangan organisasi internasional lain. "Indonesia lulus dari IMF dan reformasi sukses," katanya. Bahkan dengan rencana pemerintah menerbitkan obligasi internasional tahun depan, dinilai David, suatu pertanda keuangan negara menunjukan kemajuan. "Jadi situasinya tidak menuntut bantuan Paris Club," kata petinggi IMF asal Australia ini. Menurutnya, Indonesia bisa memfokuskan diri memperbaiki situasi pasar obligasi di dalam dan luar negeri.
Evian Approach, kata David, tak jauh beda dengan skema pembayaran utang sebelumnya. Skema ini juga menyangkut penjadwalan utang dengan jangka waktu yang bisa dinegosiasikan. Indonesia, katanya, sudah memanfaatkan fasilitas ini hanya berbeda nama dan dilakukan melalui forum Paris Club tidak langsung ke negara kreditor karena Indonesia masuk negara non miskin.
Tahun depan DPR dan pemerintah telah sepakat cicilan pokok dan bunga utang luar negeri sebesar Rp 68 triliun. Tahun 2004 juga pemerintah berencana menerbitkan obligasi internasional sebesar US$ 400 juta untuk membiayai keuangan negara.
bagja hidayat/TNR