Sebelumnya, selama enam bulan pertama darurat militer, dana yang dikucurkan untuk operasi pemulihan keamanan Rp 1,2 triliun. Besarnya dana itu, kata Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, di Jakarta, Senin (10/11), karena anggaran setiap tahun untuk TNI tidak mencukupi. Akibatnya, kebutuhan dasr yang seharusnya dapat dipenuhi dari anggaran setiap tahunnya justru tidak dapat dipenuhi.
"Realitanya, setiap tahun, anggaran itu tidak dapat mencukupi kebutuhan TNI untuk membeli peluru, helm, rompi, dan hal-hal mendasar lainnya," ucapnya. Oleh sebab itu, lanjut Panglima TNI, dalam operasi enam bulan pertama, anggaran menjadi cukup besar.
Menurut Sutarto, besarnya anggaran pada enam bulan pertama itu disebabkan dirinya tidak ingin melaksanakan tugas di Aceh dengan tidak optimal cuma gara-gara kekurangan alat yang diperlukan. "Saya juga tidak mau prajurit menjadi korban sia-sia hanya karena tidak cukup perlindungan terhadap dirinya," tuturnya.
Oleh sebab itu, Sutarto menambahkan, pada enam bulan kedua, anggaran yang diajukan jauh berkurang dibandingkan anggaran enam bulan pertama. "Hal itu, karena kebutuhan dasar sudah dapat terpenuhi melalui anggaran enam bulan pertama," ucapnya. "Dana itu lebih dikhusukan untuk pembelian peluru dan pembiayaan makan prajurit."
Terkait dengan masalah audit, panglima mengungkapkan, hal itu memang belum selesai dilaksanakan. Sebab operasi enam bulan pertama bulan selesai. "Karena belum genap enam bulan, audit secara menyeluruh belum dilakukan," katanya. Meski begitu, ia menegaskan, terkait dengan masalah pengeluaran, secara internal Irjen TNI terus mengawasi penggunaan anggaran untuk operasi di Aceh.
Yandhrie Arvian - Tempo News Room