Badan Pengawas Obat dan Makanan semakin mengintensifkan pengawasan terhadap produk makanan yang dikemas dalam parsel hari raya.
Hal ini didorong karena semakin banyaknya pedagang parsel yang ditemukan memasukkan makanan kemasan yang sudah hampir kadaluarsa dalam paketnya. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan POM Sampurno usai rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis (13/11).
Sebenarnya, menurut Sampurno, pengawasan ini rutin mereka lakukan, tidak hanya pada hari-hari menjelang Lebaran. “Hanya, menjelang Lebaran frekuensi dan lokasinya diperluas,” kata Sampurno sambil menyeka mulutnya dengan sapu tangan biru. Pihaknya mengakui ada kecenderungan pelaku-pelaku bisnis parsel memasukkan makanan yang tanggal kadaluarsanya sudah dekat.
Temuan ini seiring dengan penelitian Badan POM di beberapa tempat, dimana penjual parsel cenderung membeli barang yang lebih murah untuk mengisi parselnya. “Biasanya yang kadaluarsanya kurang satu bulan lagi,” kata Sampurno. Hanya saja, lamanya penyimpanan, distribusi parsel hingga ke tangan penerima yang belum tentu langsung dikonsumsi, membuat produk makanan itu sudah kadalursa ketika hendak dikonsumsi.
Sampurno melihat cara-cara tersebut memiliki motivasi komersial yang tinggi. Karena, sudah menjadi rahasia umum, makanan yang sudah hampir kadaluarsa jauh lebih murah harganya. “Mungkin bisa dibeli dengan harga 50 persen dari harga normal,” kata Sampurno yang mengenakan jas biru ini.
Untuk itu, Badan POM terus melakukan pengawasan yang dilakukan secara acak kepada seluruh pedagang parsel, meliputi seluruh Indonesia. Hanya saja, menurut Sampurno, akan lebih mudah bila masyarakat terlibat. “Tidak sulit kok. Cukup lihat data kedaluwarsanya,” katanya. Biasanya, tertulis tanggal kadaluarsa atau kata-kata “Baik digunakan sebelum tanggal...”.
Selama ini bagi para pedagang yang nakal, barang-barangnya dimusnahkan oleh Badan POM. “Bahkan ada beberapa yang kami ajukan ke pengadilan,” kata Sampurno. Sayangnya, menurut dia, pengadilan mengkategorikan kasus ini sebagai kasus tindak pidana ringan. “Istilahnya tipiring, gitu. Paling dihukum percobaan dua minggu atau denda Rp 100 ribu,” ujarnya.
Ringannya hukuman, membuat Sampurno meminta masyarakat yang bertindak dengan tidak mengkonsumsi produk semacam itu. “Kuncinya di konsumen sendiri,” kata dia. Permasalahan produk makanan dalam parsel yang selalu berulang menjelang hari Raya, menurut Sampurno, berkait dengan aspek yang amat luas. “Ada masalah konsumen dan tanggung jawab dari penjual produk,” kata dia.
Menjual kepada publik menuntut penjualnya memiliki tanggung jawab yang lebih luas dari pada sekedar dikonsumsi sendiri. “Ini menyangkut kesehatan dan keselamatan konsumen,” kata dia.
Anastasya Andriarti/TNR