"Kami memilih salah satu yang beresiko terkecil," kata Ramlan Surbakti, Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum, usai dengar pendapat dengan Komisi II DPR di kantor Dewan, Senayan, Jakarta, Senin (17/11).
Tiga alternatif yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum itu masing-masing, pemilu lokal, Pemilu 2004 yang disesuaikan dengan Undang-Undang Pemekaran, dan pemilihan yang mengacu Undang-Undang Susunan dan Kedudukan. Namun, kata Ramlan, Komisi perlu pandangan DPR apabila menggunakan salah satu alternatif itu. "Karena semua memiliki kekurangan," jelas Ramlan.
Apabila Komisi memilih alternatif pertama, pemilu lokal, maka pemilihan ini akan bermasalah karena tidak sesuai aturan Susduk. Dalam aturan Susunan dan Kedudukan, pemilu lokal bisa dilakukan di daerah yang ditetapkan setelah Pemilu 2004. Sementara, penetapan daerah pemekaran itu dilakukan sebelum adanya pemilu. Baik DPR maupun Komisi Pemilu sepakat untuk tidakmenggunakan cara ini.
Untuk alternatif kedua, pemilihan yang disesuaikan dengan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan atau model lama. Pemilihan ini memilih DPRD berdasarkan hasil pemilu 2004. Tapi selain persoalan yang sama dengan alternatif sebelumnya, cara ini akan menghadapi persoalan teknis.
Secara teknis, DPRD kabupaten/kota induk, disesuaikan pembagiannya dengan daerah baru.Anggota DPRD kabupaten/kota hasil pemilu 2004 yang berasal dari daerah hasil pemekaran dipindah dari induk. Sementara, kekurangannya akan diambilkan dari Daftar Calon Tetap (DCT) yang ada. "Namun persoalan akan muncul jika DCT-nya habis," jelas Ramlan.
Persoalan lain, apabila Komisi memakai cara ini, tidak ada jaminan anggota DPRD akan diterima di kabupaten/kota asal. Selain itu, anggota itu belum tentu mau juga dipindahkan ke tempatnya. "Misalnya, yang menjabat jadi ketua apakah akan mendapat jaminan jadi ketua di tempat baru," kata dia.
Belum lagi, partai-partai yang belum memiliki kepengurusan di kabupaten baru. Komisi Daerah harus menentukan dari partai politik induk. Akibatnya, apabila Komisi Pemilu menggunakan cara ini, kata Ramlan, pihaknya khawatir akan menyebabkan banyak tuntutan ditujukan ke KPU. "Alternatif ini rawan akan tuntutan," jelas Ramlan.
Alternatif terakhir yang akan digunakan Komisi Pemilu, adalah pembentukan DPRD kabupaten/kota daerah pemekaran melalui Pemilu 2004. Cara ini, mengharuskan Komisi malakukan perubahan terhadap draf daerah pemilihan yang dibentuk sebelumnya. "Cara ini pun tidak lepas dari kendala," jelas Ramlan.
Kendala yang dihadapi, kata Ramlan, Komisi tidak memiliki waktu yang cukup dalam sosialisasi penetapan daerah pemilihan terhadap 24 kabupaten/kota yang dimekarkan menjadi 48 itu. "Sehingga DPR harus ikut bertanggungjawab dan meminta partai yang bersangkutan untuk mensosialisasikan diri ke daerah itu," jelasnya.
Karena itu, kata Ramlan, DPR harus menyetujui kalau kemudian Komisi tidak melakukan uji publik. Uji publik selama seminggu akan menghabiskan waktu yang menyebabkan batas pendaftaran calon legislatif akan tertunda. Calon pendaftaran rencananya dimulai tanggal 22-29 Desember. Apabila dengan uji publik, dalam perhitungan Komisi pihaknya akan melampaui jadwal itu. "Belum lagi karena adanya libur Idul Fitri," jelasnya.
Sementara itu, dalam dengar pendapat dengan DPR, Komisi juga diminta penjelasan tentang penetapan pemenang tender, tanggung jawab anggaran 2003. Selain itu, DPR menyatakan telah membentuk tim monitoring tahapan Pemilu 2004. Tim ini beranggotakan 22 orang diketuai Tjetje Hidayat Patmadinegrat.
Purwanto - Tempo News Room