Iklan
TEMPO Interaktif, Malang: Kiai Haji Hasyim Muzadi menyatakan amat bersyukur atas suksesnya pelaksanaan Muktamar ke-31 Nahdlatul Ulama di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, yang berakhir pada Kamis (2/12) kemarin, walau harus melewati tarik menarik kepentingan dan kekuatan yang sangat melelahkan. Bagi Hasyim Muzadi, dengan diterimanya pertanggungjawabannya selaku Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 1999-2004 secara aklamasi, berarti langkah-langkah selama lima tahun sebelumnya tidak ada yang salah. "Saya katakan begini, karena yang menyetujui adalah lembaga tertinggi yang berhak meminta pertanggungjawaban saya sebagai Ketua Umum NU, yakni Muktamar. Ini yang penting," katanya pada Tempo, Jumat (3/12).Hasyim menegaskan pula, sebagai Ketua Umum NU yang terpilih kembali untuk masa khidmat 2004-2009, ia akan mematuhi sepenuhnya hasil muktamar dan patuh pada Rais Aam Syuriah NU terutama dalam menentukan langkah-langkah strategis keagamaan. Menurutnya, kepatuhannya sudah ia buktikan dengan menandatangani kontrak jam?iyyah sebelum dipilih muktamirin untuk periode kedua. "Secara organisatoris saya harus tunduk pada hasil Muktamar, dengan bimbingan Rois Aam. Saya berjanji akan berkonsentrasi penuh untuk membangun NU baik secara institusional maupun kultural. Saya sudah teken kontrak dan kontrak itu akan saya patuhi sepenuhnya," ujar pengasuh Pesantren Al-Hikam, Malang, ini. Selain bersyukur atas suksesnya pelaksanaan muktamar, Hasyim bersyukur pula atas terpilihnya kembali Kiai Haji Sahal Mahfudh sebagai Rais Aam Syuriah NU. Menurut Hasyim, Kiai Sahal merupakan orang yang tepat untuk mengisi posisi tersebut.Hasyim menjelaskan, Rais Aam merupakan jabatan tertinggi di NU, yang tidak saja berwenang mengendalikan organisasi tapi juga berwenang mengeluarkan fatwa sesuai syariat, sekaligus memiliki kewenangan dalam pembinaan umat. Kewenangan yang besar ini hanya dapat dijalankan oleh orang sekaliber Kiai Sahal. Ketokohan Kiai Sahal, kata Hasyim, sudah teruji dan terbukti. Sebagai Ketua Umum MUI (Majelis Ulama Indonesia), dia sangat dikenal di Indonesia. Dari sisi kapasitas keagamaan, Kiai Sahal seorang ahli fikih, sekaligus pendidik karena memiliki pesantren. "Sejauh ini, beliau telah dapat membuktikan dirinya sebagai figur teladan yang baik karena kepribadian dan perilaku, serta ucapan-ucapannya. Karena ucapan seorang Rais Aam bagi organisasi adalah aturan dan untuk agama adalah fatwa, maka tidak akan mungkin (jabatan Rais Aam) dipegang tokoh yang tidak punya konsistensi di bidang aturan dan syariat, apalagi kalau pendapatnya gampang berubah-ubah," kata Hasyim memberi alasan tanpa menyebut tokoh yang dimaksud.Selanjutnya, karena sudah meneken kontrak jam?iyyah, maka Hasyim menegaskan, ia dan NU tidak akan bisa lagi ditarik untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis apa pun. "Saya ingin konsentrasi penuh untuk mengurusi NU," katanya.Dalam kaitan itu pula, Hasyim akan meneruskan lima program kerja yang telah dirintis dalam lima tahun kepemimpinannya tapi belum optimal dijalankan. Agenda pertama yakni pembangunan institusi (institutional building). Semua potensi NU harus dirangkul dan diwadahi dalam sebuah sistem dan mekanisme yang mapan, disertai langkah-langkah yang terprogram secara komprehensif. "Ke depan kultur NU harus dibuat sistemik sehingga tatanannya menjadi jelas. Siapa pun yang menjadi pengurus harus tunduk pada tatanan ini, sehingga ganti-ganti pengurus nantinya merupakan agenda rutin, tapi tetap saja bahtera NU jalan ke depan. Dalam kaitan ini, semua tokoh harus ikut NU dan bukan NU-nya yang ikut mereka, dan ini sedang berjalan di tengah jalan," katanya.Kedua, NU harus mampu mengukuhkan dan mengembangkan posisi dan pemikiran keagamaannya. Ini harus dibakukan dalam paradigma yang jelas, bahwa NU adalah ahlissunnah waljamaah, berpikir moderat?tidak ekstrem dan tidak juga liberal, mempunyai konsep jelas tentang hubungan agama dengan negara. Ketiga, pemantapan program di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi keumatan, serta pembinaan sumber daya manusia. Selama ini, karena pembangunan institusi belum optimal, ditambah tarik-menarik posisi keagamaan, program tersebut masih sebatas dalam wacana. "Dalam lima tahun ke depan, kita upayakan dengan sungguh-sungguh agar program itu menjadi realita, dengan dukungan 3M (man, money, dan management) yang mumpuni. Keempat, NU akan lebih meningkatkan peranan kebangsaan dan internasional. Posisi NU, kata Hasyim, bagi bangsa harus jelas dan terasa gunanya, serta jangan sampai NU terisolasi dari komponen bangsa yang lain. Di tingkat internasional, sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia dan dunia, NU hendak go international sebagai jembatan antara dunia Islam dan Barat. Dan kelima, kata Hasyim, NU harus meningkatkan kemampuan dan kualitas SDM-nya untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan. Keadilan tidak hanya bisa dicapai secara top down, tapi juga bisa dihadirkan dari bawah (bottom up). Jika keadilan sudah tercapai, maka kesejahteraan pun akan mudah digapai. Jika kelima program itu berjalan dengan baik, Hasyim menyimpulkan, "Maka saya berharap lima sampai 10 tahun mendatang NU sanggup hadir di Indonesia dan dunia sebagai lembaga kultural yang sistemik, bermanfaat, dan menjadi rahmatan lilalamin." Abdi Purmono - Tempo