Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Indonesia Kaji Kemungkinan Keluar dari OPEC

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta: Indonesia sedang mengkaji kemungkinan untuk keluar atau tetap menjadi anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC). Pemerintah telah membentuk tim untuk membahas masalah tersebut dari sisi ekonomi maupun politik.Tim kajian tidak hanya beranggotakan pejabat Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, tapi juga melibatkan Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan. Tim itu dipimpin oleh Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) Rachmat Soedibyo.Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, mengatakan pemerintah harus melakukan kajian secara mendalam sebelum mengambil keputusan. "Karena ini menyangkut masalah politis dan diplomasi Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi Energi dan Sumber Daya Mineral DPR di Jakarta, Senin (7/2). Seusai sidang kabinet, Purnomo menjelaskan, usulan agar Indonesia keluar dari OPEC muncul dalam rapat kerja dengan DPR. Dasar pertimbangannya, Indonesia dianggap sudah menjadi negara murni pengimpor minyak.Menurut dia, pada kenyataannya hingga pekan lalu Indonesia masih menjadi negara pengekspor minyak. "Surplus ekspor dan impor sekitar 30 ribu barel per hari," katanya. Karena itu, ia berpendapat Indonesia belum perlu ke luar dari OPEC. "Indonesia belum perlu keluar," ujarnya di kantor Kepresidenan.Direktur Jenderal Minyak dan Gas Iin Arifin, yang juga anggota tim, mengatakan ada banyak pertimbangan yang harus dipikirkan untuk keluar atau tidak dari keanggotaan OPEC. Pertimbangannya tidak hanya menyangkut masalah bisnis minyak. "Dengan menjadi anggota OPEC, mungkin ada manfaat lain dari segi diplomasi luar negeri," tuturnya. Bila pemerintah memutuskan keluar dari keanggotaan di kartel tersebut, Iin menambahkan, Indonesia akan menjadi satu-satunya negara yang keluar dari OPEC dalam kurun waktu 9 tahun terakhir. Negara lain yang melepaskan keanggotaannya, yaitu Gabon pada 1996 dan Ekuador pada 1992. Namun, Ekuador berencana untuk mendaftarkan diri kembali sebagai anggota.Usulan untuk keluar dari OPEC sebelumnya juga dilontarkan oleh mantan Direktur Utama Pertamina Baihaki Hakim. Menurut dia, pemerintah sebaiknya mengundurkan diri dari keanggotaan di OPEC karena Indonesia terus mengalami penurunan produksi minyak, bahkan telah menjadi net oil importer.Ia menilai, selama Indonesia tidak berhasil meningkatkan investasi di sektor minyak untuk mendongkrak volume produksi, maka keanggotaan itu tidak relevan lagi. "Saya tidak melihat adanya keuntungan riil untuk tetap berada di OPEC," katanya dalam sebuah seminar, akhir tahun lalu.Menurut Baihaki, keberadaan Indonesia di OPEC lebih didasari pertimbangan politis, yakni berusaha menjaga relasi dengan negara-negara produsen minyak di Timur Tengah. Padahal keanggotaan itu tidaklah murah, karena Indonesia harus membayar iuran keanggotaan setiap tahun. "Saya tahu itu karena Pertamina yang selalu harus membayarnya," ujarnya.Di sisi lain, kata Baihaki, pengunduran diri dari organisasi itu bisa menjadi "terapi kejut" bagi masyarakat. Masyarakat memperoleh sinyal bahwa minyak tidak lagi melimpah ruah seperti puluhan tahun silam. Dengan begitu, diharapkan masyarakat lebih hemat energi. Purnomo membantah Indonesia telah menjadi net oil importer. Menurut dia, status net oil importer harus didasarkan atas perhitungan ekspor minyak mentah dibandingkan dengan impor minyak mentah juga, bukan dengan bahan bakar minyak, karena keduanya berbeda. BBM merupakan produk olahan dari minyak mentah. "Bila dihitung rata-rata ekspor dan impor minyak mentah maka Indonesia masih ekspor," katanya. Iin membenarkan hal itu. Ia mengaku, tahun lalu Indonesia memang sempat menjadi net oil importer, tetapi hanya empat bulan (sedangkan pada 2003 satu bulan). Delapan bulan sisanya, kata dia, menjadi net oil exporter. "Jadi secara keseluruhan masih surplus. Memang selisihnya tipis, sekitar 30 ribu barel per hari," ujarnya.Dukungan agar Indonesia tetap menjadi anggota OPEC juga diungkapkan pengamat perminyakan Kurtubi beberapa waktu lalu. Menurut dia, keberadaan Indonesia di OPEC masih dibutuhkan. Alasannya, harga gas alam cair yang diekspor Indonesia berpatokan pada harga minyak mentah. Pertimbangan lainnya, kata Kurtubi, dinamika harga minyak dunia sebagian besar dipengaruhi kebijakan OPEC, terutama melalui kebijakan kuota produksi. "Kalau kita berada di dalam, ada peluang untuk ikut menentukan kuota, yang secara langsung ikut menentukan harga minyak dunia," ujarnya.Berdasarkan data Departemen Energi, pada Januari 2005 total produksi minyak Indonesia 1,0814 juta barel per hari. Meliputi minyak mentah 952,6 barel per hari dan kondensat 128,8 barel per hari. Retno Sulistyowati/Budi Riza-Tempo
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ekskalasi Konflik Iran-Israel Berpotensi Kerek Inflasi, Dimulai dari Harga Minyak

1 jam lalu

Karyawan tengah menghitung uang pecahan 100 ribu rupiah di penukaran valuta asing di Jakarta, Rabu, 28 Februari 2024. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditutup melemah ke level Rp15.692 pada perdagangan hari ini. TEMPO/Tony Hartawan
Ekskalasi Konflik Iran-Israel Berpotensi Kerek Inflasi, Dimulai dari Harga Minyak

Senior Fellow CIPS Krisna Gupta mengatakan ekskalasi konflik Iran-Israel bisa berdampak pada inflasi Indonesia.


Konflik Iran-Israel Memanas, Harga Minyak Dunia Nyaris US$ 90 per Barel

6 jam lalu

Ilustrasi Harga Minyak Mentah. REUTERS/Dado Ruvic
Konflik Iran-Israel Memanas, Harga Minyak Dunia Nyaris US$ 90 per Barel

Harga minyak dunia melonjak jadi US$ 89 (Brent) dan US$ 84 (WTI) per barel pada Jumat, 19 April 2024, seiring memanasnya konflik Iran-Israel.


Letusan Gunung Ruang Rusak Fasilitas Pemantau Kegempaan, Alat Apa Saja yang Dipasang?

1 hari lalu

Erupsi Gunung Ruang di Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Sulawesi Utara, Rabu, 17 April 2024. Data PVMBG menyebutkan selama kurun waktu 24 jam terakhir sudah terjadi lima kali erupsi dengan ketinggian 1.800 meter hingga 3.000 meter dari puncak Gunung Ruang. Foto: X/@infomitigasi
Letusan Gunung Ruang Rusak Fasilitas Pemantau Kegempaan, Alat Apa Saja yang Dipasang?

Erupsi Gunung Ruang sempat merusak alat pemantau aktivitas vulkanik. Gunung tak teramati hingga adanya peralatan pengganti.


Naik Lagi, Harga Emas Antam Hari Ini Sentuh Rp 1.335.000 per Gram

1 hari lalu

Petugas tengah menunjukkan contoh emas berukuran 1 kilogram di butik Galery24 Salemba, Jakarta, Selasa, 19 Maret 2024. Harga emas 24 karat PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam terpantau naik pada perdagangan hari ini menjelang rapat The Fed soal kebijakan suku bunga. TEMPO/Tony Hartawan
Naik Lagi, Harga Emas Antam Hari Ini Sentuh Rp 1.335.000 per Gram

Harga emas Antam per 1 gram hari ini ada pada level Rp 1.335.000. Harga ini naik Rp 14 ribu dibanding perdagangan kemarin.


Analis Sebut Harga Minyak Terus Naik Akibat Konflik Iran-Israel dan Penguatan Dolar

1 hari lalu

Ilustrasi Harga Minyak Mentah. REUTERS/Dado Ruvic
Analis Sebut Harga Minyak Terus Naik Akibat Konflik Iran-Israel dan Penguatan Dolar

Harga minyak dunia cenderung naik gara-gara konflik Iran - Israel dan penguatna dolar AS terhadap sejumlah mata uang dunia.


Harga BBM Terdampak Perang Iran - Israel? Ini Kata Pertamina, DPR dan Pengamat

3 hari lalu

Ilustrasi SPBU Pertamina. ANTARA
Harga BBM Terdampak Perang Iran - Israel? Ini Kata Pertamina, DPR dan Pengamat

Pecahnya konflik Iran - Israel dikhawatirkan berdampak pada harga BBM karena terancam naiknya harga minyak mentah dunia.


Terkini Bisnis: Dua Bulan Pertamina Tahan Kenaikan Harga BBM, Terungkap Pertamax Palsu di Empat SPBU Pertamina

21 hari lalu

Petugas melayani konsumen yang mengisi bahan bakar pada SPBU di Jakarta, Senin, 2 Oktober 2023. PT Pertamina (Persero) resmi melakukan penyesuaian harga BBM non-subsidi pada 1 Oktober 2023 dengan kenaikan antara Rp 700 hingga Rp 1.000 per liter. Tempo/Tony Hartawan
Terkini Bisnis: Dua Bulan Pertamina Tahan Kenaikan Harga BBM, Terungkap Pertamax Palsu di Empat SPBU Pertamina

Nicke Widyawati mengatakan Pertamina tidak hanya mengejar keuntungan. Sudah dua bulan perusahaan menahan kenaikan harga BBM.


Dua Bulan Tahan Harga BBM, Bos Pertamina: Bukan Cuma Cari Untung

21 hari lalu

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati. Foto: Instagram/@nicke_widyawati
Dua Bulan Tahan Harga BBM, Bos Pertamina: Bukan Cuma Cari Untung

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan mengatakan Pertamina menahan harga BBM dengan mempertimbbangkan kondisi daya beli masyarakat.


BBM dan Listrik Tak Naik Sampai Juni 2024, Ekonom: Sudah Tepat, Banyak Faktor Perlu Dipertimbangkan

44 hari lalu

Update Harga BBM Januari 2024. (Ilustrasi: Tempo/Dimas Prassetyo)
BBM dan Listrik Tak Naik Sampai Juni 2024, Ekonom: Sudah Tepat, Banyak Faktor Perlu Dipertimbangkan

Harga BBM dan listrik dipastikan tidak naik hingga Juni 2024. Ekonom menyebut langah tepat karena kenaikan minyak dunia baru dua persen.


Harga BBM Dipastikan Tak Naik hingga Juni 2024, Ini Pernyataan Jokowi, Airlangga, Erick Thohir, hingga Pertamina

44 hari lalu

Pengendara membeli BBM di salah satu SPBU di kawasan Lenteng Agung, Jakarta, Selasa, 3 Januari 2023. Pemerintah resmi mengumumkan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dari Rp13.900 per liter menjadi Rp12.800 per liter, Pertamax Turbo dari Rp15.200 menjadi Rp14.050 per liter, dan Dexlite dari Rp18.800 menjadi Rp16.750 per liter  per liter yang mulai berlaku per 3 Januari 2023 pukul 14.00 WIB. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Harga BBM Dipastikan Tak Naik hingga Juni 2024, Ini Pernyataan Jokowi, Airlangga, Erick Thohir, hingga Pertamina

Pemerintah memastikan harga BBM bersubsidi ataupun nonsubsidi tak naik hingga Juni 2024. Apa sebabnya dan bagaimana konsekuensinya?