"Jadi hampir bisa dipastikan awal puasa jatuh pada 1 September," kata Slamet kepada Tempo, Sabtu (30/8).
Slamet yang juga Ketua Lajnah Falaqiyah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah dan anggota Dewan Hisab dan Rukyah Departemen Agama Pusat ini menjelaskan, pada 29 Syakban, ketinggian hilal di Merauke mencapai 4 derajat 17 menit. Sedangkan di Sabang ketinggiannya mencapai 5 derajat 20 menit. Sedangkan pada tanggal 29 Ramadhan, di seluruh wilayah Indonesia, ketinggian hilal masih di bawah ufuk. Jadi puasa harus disempurnakan 30 hari. "Idul Fitri jatuh 1 Oktober," jelasnya.
Sebelumnya, Pengurus Pusat Muhammadiyah telah mengumumkan awal puasa jatuh pada 1 September. Pengumuman tersebut berdasarkan metode hisab. Sementara Persatuan Islam (Persis), Nahdlatul Ulama dan Pemerintah dalam menentukan awal puasa dan lebaran menggabungkan antara hisab dan rukyah (melihat bulan).
Mayoritas ulama, lanjut Slamet sepakat, hilal bisa dilihat jika secara hisab ketinggiannya di atas 2 derajat. Meski demikian, sekalipun hasil hisab menunjukkan ketinggian hilal di atas 2 derajat, namun hasil rukyah di seluruh Indonesia tidak berhasil melihat hilal, maka awal puasa dan lebaran ditetapkan mundur sehari.
Tempo| Sohirin