TEMPO Interaktif, Jakarta:Mahkamah Konstitusi menolak sepenuhnya uji materiil Undang-Undang Nomor 2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati terhadap konstitusi. "Permohonan pemohon, baik mengenai mengenai pengajuan formil maupun pengajuan materill, ditolak untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD ini di Mahkamah Konstitusi Selasa (21/10).
Sembilan hakim konstitusi bulat menolak uji materi. Dalam pertimbangan keputusannya, Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa rasa sakit yang dialami terpidana mati adalah konsekuensi logis yang melekat pada proses kematian sebagai akibat pelaksanaan pidana mati sesuai tata cara beraku sehingga tidak termasuk kategori penyiksaan.
"Berdasarkan seluruh pertimbangan fakta dan hukum, dalil-dalil pemohon tidak beralasan sehingga harus ditolak," kata Mahfud.
Pertimbangan lainnya, berbagai alternatif tentang pelaksanaan pidana mati selain cara ditembak seperti cara digantung, dipenggal pada leher, disetrum listrik, dimasukan ke dalam ruang gas dan disuntik mati semuanya menimbulkan rasa sakit meskipun gradasi dan kecepatan kematiannya berbeda."Tidak ada satu cara pun yang tidak menimbulkan rasa sakit, bahkan semuanya menimbulkan resiko ketidaktepatan dalam pelaksannanya," kata Mahfud.
Perkara ini diajukan oleh tiga orang terpidana mati pelaku bom bali I yaitu Amrozi, Ali Ghufron alias Muklas, dan Abdul Azis alias Imam Samudra.
Para pemohon sebagai terpidana mati yang telah menerima putusan yang berkekuatan hukum tetap ini menganggap tata cara pelaksanaan eksekusi pidana mati sebagaimana diatur UU Nomor 2/Pnps/1964 yaitu cara ditembak hingga mati tidak manusiawi dan telah melanggar hak konstitusional pemohon untuk tidak disiksa.
Kuasa Hukum Pemohon AW Adnan menghargai dan menghormati keputusan ini.Menurt Adnan, yang paling penting terdapat amanah MK kepada DPR untuk memperbaiki UU tentang Tata Cara Hukuman mati ini."kami menghormati keputusan ini," kata Adnan
Anton Aprianto