"Yang satu dikeluarkan SMA 3, satu lagi dikeluarkan SMA 22," kata anggota Komisi Pemilihan, I Gusti Putu Artha, Kamis (23/10).
Menurut Putu, Sukmawati yang menjabat Ketua Umum Partai Nasional Indonesia Marhaenisme dan menjadi calon legislator di daerah pemilihan Bali itu menyerahkan ijazah dari SMA 3 Jakarta yang dikeluarkan pada 9 November 1970. Bersamaan dengan itu, Sukmawati juga menyerahkan surat keterangan dari sekolah tersebut.
Surat yang ditandatangani Kepala SMA 3, Wieke Salehani, pada 4 September 2008 itu menyebutkan Sukmawati pernah bersekolah di sekolah itu. Pernyataan itu didasarkan pada keterangan Asrul Chatib, guru yang pernah mengajar di sekolah itu pada 1967. "Tapi tidak disebutkan lulus," kata Putu.
Ijazah yang diserahkan Sukmawati, kata Putu, tak dilegalisir. Dan belakangan Sukmawati menyerahkan surat laporan kehilangan ijazah. Dalam surat bernomor pol B/2167/VIII/2008/sek. psm tertanggal 26 Agustus 2008 itu, disebutkan ijazah hilang sekitar tahun 1977 saat Sukmawati pindah rumah. Surat kehilangan itu ditandatangani Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian Sektor Pasar Minggu, Aiptu Daniel Handoyo.
Namun, kata Putu lagi, pada masa tanggapan masyarakat, Komisi juga menerima fotokopi ijazah SMA 22 Jakarta dari masyarakat. Ijazah ini atas nama Diah Mutiara Sukmawati yang dikeluarkan pada 5 November 1969, lebih dulu satu tahun ketimbang ijazah SMA 3 Jakarta.
Untuk itu, Komisi akan menginvestigasi kasus pemalsuan ijazah ini bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum. Dua lembaga ini akan mendatangi SMA 22 dan SMA 3.
Menurut Putu, bisa saja Sukmawati dicoret dari daftar calon legislator jika terbukti memalsukan ijazah. Kalau memang terbukti, Sukmawati juga bakal berurusan dengan Kepolisian.
"Pemalsuan ijazah merupakan tindak pidana," kata Putu.
Pramono