Peristiwa bermula dari laporan Roy Sjifaanie, 42 tahun. Warga Jalan Niaga, Kemang Pratama, Bekasi itu mengaku diancam oleh sekelompok pemuda pada 6 November 2008. "Pelaku dipaksa membayar uang," kata Rivai.
Kasus yang membelit Roy berawal dari kasus pembatalan sewa kapal yang dilakukan oleh PT Primadaya Inti Trans dengan PT Tirta Kencana. Pembatalan itu mengakibatkan kerugian bagi pihak PT Tirta sebesar Rp 335 juta.
Permintaan pembayaran telah dilakukan beberapa kali, baik melalui surat maupun melalui telepon. Namun sayang, permintaan itu tak kunjung digubris oleh PT Primadaya. Merasa dirugikan, PT Primadaya meminta bantuan dari kelompok penagih hutang.
Upaya pengembalian dilakukan dengan membuat surat kuasa. Dalam surat salinan yang diperoleh Tempo, surat yang ditandatangani oleh Ita Gayatri, Direktur PT Tirta, itu dikuasakan kepada Ongen, Ahmad Sangaji, dan Basri Moni.
Atas mandat tersebut, Ongen dan sejumlah rekannya mendatangi rumah Roy. Direktur Marketing & Operasional PT Primadaya itu kemudian dipaksa untuk melunasi tunggakan hutangnya. Di sanalah ketegangan terjadi.
Ketegangan muncul ketika para penagih meminta Roy untuk membayar utang sebesar Rp 335 juta. Tapi permintaan itu ditolak lantaran Roy sedang tidak memegang uang dan merasa tunggakan hutangnya hanya tinggal Rp 100 juta.
Para penagih kemudian memberikan tenggat pembayaran dua hari selang kejadian tersebut. Para penagih bahkan sempat mengancam akan membunuh korban jika mengingkari kewajibannya.
Pada hari yang ditentukan, para penagih kembali mendatangi rumah Roy. Tapi upaya mereka kandas. Kedatangan mereka telah disambut oleh puluhan jajaran Reserse Mobil dan Satuan Kejahatan dan Kekerasan.
Rivai menerangkan, upaya yg dilakukan merupakan langkah yang diambil untuk memberantas aksi premanisme. Untuk menghindari kejadian serupa, ia mengimbau masyarakat untuk menghubungi call center di 021-5234299 dan 087883054782.
Riky Ferdianto