Umar Juoro, Senior Fellow The Habibie Center, mengatakan keadaan saat ini berbeda dengan krisis yang pernah dialami Indonesia pada 1998. "Sekarang sistem keuangan kita lebih baik, jadi tidak ada masalah," kata Umar dalam acara seminar "Economic Outlook 2009, Riding The Turbuluance-Growth Prospects for Indonesia" di hotel The Ritz-Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (12/11) malam.
Umar tidak memungkiri bahwa pengaruh krisis ekonomi Amerika Serikat terhadap Indonesia dirasakan pada jatuhnya indeks pasar modal dan depresiasi rupiah. Kemudian, lanjut Umar, pengaruh terlihat pula pada pengetatan likuiditas perbankan dan keengganan perbankan menyalurkan kredit termasuk antarbank. Sektor riil juga terpengaruh dengan melemahnya ekspor dan kesulitan kredit perbankan.
"Tapi Indonesia daya tahannya lebih kuat daripada krisis dulu," ujar Umar.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Erwin Aksa, berpendapat senada. "Fundamental ekonomi Indonesia baik," ujarnya.
Erwin mengemukakan beberapa alasan. Pertama, soal cadangan devisa. Pada 1998, cadangan devisa hanya US$ 22 miliar. Kini cadangan mencapai US$ 50 miliar.
Kedua, pertumbuhah ekonomi pada 1998 minus 13 persen. Kini, pertumbuhan ekonomi diprediksi bisa enam persen. Ini didukung pertumbuhan sektor agrobisnis yang kuat.
Ketiga, pada 1998 perbankan mengalami krisis finansial. Sementara sekarang keadaan perbankan cukup baik. Kredit macet sekitar tiga persen. Sementara pada 1998 angka kredit macet mencapai 52 persen.
Erwin menjelaskan krisis di Indonesia dimulai dari pasar modal Indonesia yang menunjukkan gejala negatif. Ada penarikan dana besar-besaran. Maka mata uang rupiah pun bergejolak.
Menghadapi hal ini, "Pemerintah mesti mengontrol devisa," saran Erwin.
Namun, ekonom Pande Radja Silalahi mengatakan gonjang-ganjing justru akibat penarikan deposito di atas Rp 2 miliar oleh nasabahnya. Menurut Pande, justru dana asing masih belum beranjak dari Indonesia. "Ini karena adanya 'poco-poco' orang yang punya deposito di atas Rp 2 miliar," jelasnya.
Meski demikian, Pande yakin kondisi ekonomi Indonesia lebih baik dibanding krisis 1998. Bahkan, menurut Pande, target angka pertumbuhan ekonomi 5 persen memungkinkan. "Ada penciutan, tapi masih bisa diatasi," ujarnya.
Caranya, menurut Pande, pemerintah harus menjaga pasar domestik dari serbuan barang impor, terutama untuk industri sepatu, elektronik, tekstil dan perkebunan. "Kuncinya di situ," ujarnya.
Nieke Indrietta