"Padahal dibutuhkan minimal sepuluh penumpang untuk menutupi ongkos pengeluaran," ujar Bagus saat dihubungi Tempo, Jumat (14/11). Jadwal operasi pun terpaksa dipangkas menjadi dua hari sekali.
"Jika peminat bertambah, baru kami jalankan setiap hari," ucapnya. Menurut dia, publikasi yang kurang membuat bus yang baru beroperasi sejak 1 November lalu ini kalah bersaing dengan mobil travel ilegal berupa minibus berkapasitas 12 kursi.
"Banyak yang belum tahu," katanya. Padahal Damri telah menawarkan tarif promosi seharga Rp 480 ribu dari harga awal Rp 550 ribu, atau setara 67 dolar Brunei (1 dolar Brunei kini senilai Rp 8.100). Harga ini jauh lebih murah dari tarif travel ilegal yang bisa mencapai 120 dolar Brunei (Rp 975 ribu).
Ia berharap pemerintah Indonesia dan Brunei Darussalam mampu bekerja sama dalam memberantas travel ilegal. "Ini untuk keamanan dan kenyamanan," katanya.
Selain itu Bagus juga berharap pemerintah tidak membuka jalur penerbangan Pontianak-Bandar Seri Begawan. "Kalau ada pesawat, trayek saya pasti tutup," tutur dia.
Delapan puluh persen penumpang bus berasal dari Indonesia yang bekerja di Brunei. Perjalanan memakan waktu 23 jam dengan jarak tempuh 1300 kilometer, menggunakan bus AC Mercedes Benz buatan 2007.
Vennie Melyani