TEMPO Interaktif, Jakarta: Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum, Wirdyaningsih, kecewa dengan penghentian penyelidikan kasus ijazah palsu yang diduga dilakukan oleh Ketua Umum PNI Marhaenisme, Sukmawati Soekarnoputri. Wirdyaningsih mengakui bukti yang menyatakan Sukmawati memalsukan ijazah lemah. "Dikmenti (Pendidikan Menengah dan Tinggi) dan kepala sekolah hanya menyatakan Sukma pernah bersekolah di SMA 3," katanya, Selasa (18/11).
Menurut dia, seharusnya Kepolisian mengejar keterangan dari dua mantan guru Sukmawati. Dua guru ini, kata Wirdyaningsih, menyatakan Sukma hanya bersekolah kelas satu dan dua dan keluar dari SMA 3 setelah menikah.
Wirdyaningsih menjelaskan, kasus Sukmawati dan Agustina Nasution, Bendahara PNI Marhaenisme, yang juga dilaporkan memalsukan ijazah, terbilang lama. Undang-undang No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Legislatif menyatakan Badan Pengawas hanya memiliki waktu tiga hari sejak menerima laporan untuk meneruskan ke Kepolisian. "Kalau kurang, bisa ditambah dua hari lagi," ujarnya.
Keterlambatan ini juga disebabkan Komisi Pemilihan tak segera memberi data yang dibutuhkan Badan Pengawas. Padahal, Badan Pengawas telah meminta berkali-kali. Wirdyaningsih menegaskan, lembaganya tak gagal melaksanakan fungsi pengawasan. Dua calon legislator tersebut dicoret dari daftar calon. "Meski tidak maksimal, setidaknya target minimum kami penuhi," katanya.
Pramono