TEMPO Interaktif, Jakarta:Lembaga pengelola dana sosial keagamaan dinilai belum mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat sebagai sarana penyaluran dananya. Rendahnya kepercayaan itu akibat beberapa kelemahan lembaga bersangkutan di lapangan.
“Perasaan distrust (tidak percaya) itu bisa dipahami,” kata Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Nina Sardjunani dalam seminar penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 bidang Agama di Jakarta, Selasa (18/11).
Beberapa permasalahan dalam pengelolaan dana sosial keagamaan oleh lembaga pemerintah antara lain kurangnya transparansi pengelolaan dana. “Jadinya masyarakat ragu, bahkan tidak percaya,” Nina menjelaskan.
Permasalah lain adalah kurangnya profesionalisme lembaga pengelola, tujuan pengelolaan dana masih terfokus pada kegiatan konsumtif dan jangka pendek, juga kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat yang mampu secara ekonomi untuk memperhatikan masyarakat miskin.
Padahal, Nina menambahkan, dana sosial keagamaan memiliki peran strategis. Di satu sisi merupakan bentuk aktualisasi pengamalan ajaran agama, dan mendukung pembangunan nasional dalam bentuk penanggulangan kemiskinan. Untungnya, pengumpulan sekaligus pengelolaan dana sosial keagamaan itu saat ini banyak terbantu oleh lembaga semacam bentukan swasta yang mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Ketua Badan Amil Zakat, Infak, dan Shodaqah Nasional (BAZNAS) Didin Hafidhudin tidak sependapat bahwa kepercayaan atas lembaganya rendah. “Hanya masalah kebiasaan menyalurkan dananya sendiri,” kata dia. Namun Didin mengakui bahwa pemanfaatan potensi dana sosial keagamaan belum optimal.
Harun Mahbub