TEMPO Interaktif, Jakarta: Inilah kisah tentang si Dul Sapi, yang cuma merasakan bangku sekolah sampai kelas II di sebuah sekolah dasar inpres. Kerjanya mencolong sapi, yang kemudian disembelih. Dagingnya dicacah lalu dijual kepada Cak Kandar. Karena itu, dia disebut Dul Sapi.
Tokoh rekaan karya Remy Sylado ini berasal dari Sumenep, Madura, Jawa Timur. Kisah Dul Sapi menjadi pemikat malam perayaan 40 tahun hari jadi Taman Ismail Marzuki, Sabtu malam lalu. Di panggung Graha Bhakti Budaya yang seadanya, Remy bersetelan jas putih kinclong, plus kacamata retro yang membuatnya mirip Elvis dadakan.
Dengan gaya khas Madura, Remy mulai membacakan cerita. "Suatu malam, Dul Sapi dicokot." Ia dipergoki sedang menggelandang sapi orang keluar kandang. Wah konangan (ketahuan), rek. Dul Sapi pun digiring ke markas Brimob. "Saya tak takut sama Brimob, saya cuma takut sama ABRI, taiye," katanya.
Cerpenis Hamsad Rangkuti juga membawakan cerita malam itu. Ia menukilkan novelnya berjudul Ketika Lampu Berwarna Merah, yang pernah dimuat bersambung di sebuah koran nasional pada 1981 dan diterbitkan dalam bentuk buku 10 tahun kemudian.
Cerita ini berkisah tentang sesosok mayat wanita tua yang ditemukan dalam sebuah gubuk dan lantas malah dimanfaatkan oleh tiga pemuda. Subuh-subuh mayat itu disandarkan di pintu sebuah toko.
Ketika pemilik toko ketakutan, mereka pun datang menawarkan bantuan sambil menakut-nakutinya. "Rp 25 ribu, dan bawa mayat ini pergi sebelum polisi datang," ujar sang pemilik toko. Selanjutnya, mayat malah dibawa ke toko lain untuk mengeruk uang lagi dengan modus yang sama.
Selain cerita, puisi berdengung lantang malam itu. Mereka yang membacakan puisi antara lain Abdul Hadi W.M., Diah Hadaning, Ahmadun Yosi Herfanda, Slamet Sukirnanto, dan Agus R. Sarjono. Juga ada musikalisasi puisi oleh Sanggar Devies Matahari. Acara ini bagian dari sederet acara seni dalam perayaan ulang tahun Taman Ismail Marzuki.
Aguslia Hidayah