Hal itu diungkapkan Ketua Pelaksana Harian Komisi Nasional Flu Burung Bayu Khrisnamurti. "Pada 2008 ini naik menjadi 94 persen dari 67 persen pada 2007," kata Bayu dalam diskusi Flu Burung di Jakarta, Jumat (21/11)
Angka tersebut, kata bayu, cukup menggembirakan. Pasalnya, pada karena 2006 dari 4000 responden yang diteliti oleh Unicef, hanya 13 persen responden saja yang tanggap flu burung.
Pada kesempatan itu, Bayu menekankan bahwa kunci penanganan flu burung adalah pemberian obat yang tak lebih dari 48 jam ketika tertular. Ia menyebabkan contoh, hasil negatif pada 17 pasien di Makassar. Begitu diidentifikasi tertular virrus flu burung mereka langsung menobatinya. “Itu membuktikan masyarakat berhasil karena hasilnya negatif semua," tambahnya.
Respon terhadap flu burung, kata Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan ini, semakin membaik. "Warga langsung melapor ketika ditemukan unggas mati,"tandasnya.
Kendati demikian ia berharap adanya kesadaran di kalangan peternak dan pasar. "Teknik yang benar dan bersih itu mahal," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Peternakan Tjeppy D Soedjana menyatakan, tidak ada vaksin yang melindungi penuh terhadap penyebaran flu burung di Indonesia. “Sebelum vaksin baru ditemukan, maka penggunaan galur H5 (subtipe dari unggas) dan H5N1(galur yang menginfeksi manusia) digalakkan, karena secara genetis sama,” tuturnya.
Dianing Sari