Menurutnya, penurunan tarif angkutan umum yang hanya sebesar Rp 200 tidak akan berpengaruh terhadap penumpang. "Bayar Rp 2500 belum tentu dikembalikan oleh supirnya," kata dia, menjelaskan.
Penumpang lain yang ditemui di sekitar Terminal Blok M, Aldiansyah dan Nardi juga senada dengan Iin. Mereka berpendapat kalau ada penurunan tarif angkutan lebih baik pada harga bulat. Misalnya, diturunkan dari Rp 200 menjadi Rp 500. Jadi, bukan penurunan tarif setengah hati seperti sekarang.
Menanggapi rencana penurunan tarif angkutan dalam kota sebesar Rp 200, Esperansa Hasibuan, sopir angkutan 69 (jurusan Blok M-Ciledug), mengungkapkan kesulitan mencari uang receh. "Uang pecahan Rp 500 saja sulit didapat," ucap dia. Namun Esperansa tak keberatan jika memang pemerintah menerapkan ongkos menjadi Rp 2.300.
Menurutnya, beberapa hari ini juragan pemilik busnya sudah mulai berpikir akan menaikkan setoran sekitar sekitar Rp 10.000 per hari. Dia mengakui sejak penurunan harga solar dari Rp 5500 menjadi Rp 4800 per liter, ada tambahan penghasilan sebesar Rp 25 ribu.
"Hari ini, ada dua orang yang membayar Rp 2.200," kata Manurung, kondektur angkutan 69. Sementara itu, kondektur angkutan nomor 610 jurusan Pondok Labu-Blok M tidak pernah mempermasalahkan penumpang yang membayar terkadang hanya membayar Rp 2.000.
RINA WIDIASTUTI