Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Megawati Tidak Pernah Merasa Kalah

image-gnews
TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO/Imam Sukamto
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta: Menjelang Pemilihan Umum 2009, Megawati Soekarnoputri, tampak makin membuka diri. Selama ini, ketika calon presiden lain gencar membangun citra lewat iklan dan media, Megawati lebih banyak diam sehingga menimbulkan kesan tertutup--yang tentu tak bagus bagi seorang calon pemimpin.

Kesan itu kini mulai berubah. Perempuan 61 tahun itu kini lebih sering memberikan wawancara kepada wartawan. Bersama keluarga, ia bahkan tampil dalam sebuah acara televisi. Rabu pekan lalu, ia menerima tim wartawan Tempo di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Selama hampir dua jam, ibu tiga anak itu menceritakan latar belakang pencalonannya sebagai presiden, dan berbagai isu menyangkut dirinya.

Megawati, yang malam itu mengenakan gaun terusan bermotif mawar kecil berwarna merah dan biru, menjawab lancar pertanyaan yang diajukan, meski sebetulnya sedang terserang flu. Suaranya terdengar sedikit serak dan sengau. Selama wawancara, tujuh kali ia menyeka hidung dengan tisu, dan empat kali batuk kecil. Beberapa kali pula ia menyesap teh dari cangkir putih untuk memulihkan suaranya. Berikut petikan wawancara Tempo dengan Ketua Umum PDI Perjuangan itu.

megawati

Apa yang mendorong Anda maju kembali sebagai calon presiden?

Dalam Kongres di Bali  2005 ditetapkan, ketua umum terpilih secara otomatis menjadi calon presiden dari PDI Perjuangan. Lalu kami mengadakan rapat kerja nasional. Di situ keputusan diperteguh dengan permintaan dari seluruh jajaran struktur partai. Kemudian diulangi lagi dalam rapat koordinasi nasional. Akhirnya, saya menjawab bersedia. Bukan sombong, jabatan (presiden) itu pernah saya emban. Yang mau saya lihat adalah bagaimana kesiapan Partai. Sebab, tanpa persiapan lebih baik, terutama dari pengalaman 2004, kami bakal menghadapi kesulitan besar.

Sejumlah pengurus DPP PDI-P  terkejut karena tidak menduga jawaban Anda secepat itu?

Orang boleh saja ngomong, bersuara. Tapi kan yang ditanya saya? Nanti kalau saya tidak cepat menjawab, bisa saja saya dikatakan peragu. Jadi, menurut saya, itulah momen terbaik. Dalam rapat koordinasi nasional, terkumpul seluruh aspirasi warga PDI Perjuangan yang ada dalam struktur partai, juga yang duduk di legislatif dan eksekutif. Waktu itu saya melihat, kita perlu persepsi yang sama, baik di jajaran eksekutif, legislatif, maupun struktur partai. Ini tantangan, karena mengorganisasi 16 ribu peserta bukan hal mudah. Kita harus bisa mendisiplinkan mereka. Mereka datang, dan semua pendanaannya dilakukan gotong-royong. Menurut saya, sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, sekarang kondisi Partai sudah jauh lebih baik daripada 2004.

Pada 2004 ada 40 juta orang yang memilih Anda. Anda yakin mereka masih mendukung pada 2009 nanti?

Sampai sekarang pun saya tidak pernah menyatakan kalah. Waktu itu media menyatakan saya tidak kesatria, tidak menyatakan kekalahan. Saya bilang, aduh, ini orang ngomong kok enak saja, ya. Sebagai pejuang, tidak pernah saya merasa kalah. Ini untuk memberikan semangat ke warga saya. Saya menyatakan bahwa saya kekurangan suara. Mari kita rebut kembali. Saya tahulah sebetulnya permainan yang dilakukan pada waktu itu.

Permainan apa? Kalau ada kecurangan, kenapa Anda tidak protes?

Begini, ya. Pemilihan langsung itu saya yang membuat. Waktu itu, sebagai presiden, saya dihadapkan pada pilihan: menguntungkan PDI Perjuangan--yang posisi puncaknya dengan sendirinya akan saya raih lagi sebagai presiden--atau memberikan kepada nation ini suatu hal yang konkret. Bahwa pemilu langsung bisa dilakukan di Indonesia. Pada waktu itu, media dan pengamat banyak yang bilang pemilu ini tidak akan berhasil, berdarah-darah, mungkin mundur, dan sebagainya. Kenapa, sih, komentar seperti itu yang harus dibesar-besarkan? Kapan kita akan maju kalau hanya negative thinking yang disebarkan, yang membuat rakyat akhirnya jadi takut dan ragu? Makanya saya pikir, ya sudah, bismillah, pemilu langsung harus dilakukan. Waktu itu Menteri Koordinator Politik dan Keamanan saya sudah entah ke mana. Betul, kan? Di suatu pemerintahan, yang namanya menteri-menteri itu seharusnya ada di posnya. Saya bilang ingin menyukseskan pemilu, bukan untuk saya, tapi untuk republik ini. Orang asing waktu itu semua tanya pada saya, apa betul bisa dilakukan pemilu langsung tanpa guncangan. Saya bilang, bisa. Mengapa? Rakyat saya bukan rakyat yang tidak beradab. Itu yang saya katakan kepada banyak kedutaan yang ingin bertemu dengan saya. Dan buktinya (pemilu) memang sukses, alhamdulillah.

Waktu itu Menteri Koordinator Politik dan Keamanan beralasan tidak diundang ke Istana, bahkan sampai sebulan?

Ya, sekarang cari saja orang yang punya kompetensi untuk menerangkan persidangan pada waktu itu. Jangan lupa, adik ipar beliau (Brigjen TNI Eddie Wibowo) adalah ajudan saya sampai last minute. Jadi, kurang apa lagi? Orang bisa saja membuat alasan. Kalau pada waktu itu saya hanya terdorong emosi, hanya mengikuti arus ingin berpolemik, bisa dibayangkan ke mana bangsa ini terseret.

Anda merasa sakit hati terhadap SBY?

Saya enggak merasa sakit sati. Saya hanya enggak mau ketemu saja dengan orang yang menurut saya kok sikapnya seperti itu. Tidak boleh? Ya, boleh saja, itu kan hak saya.

Tapi Pak Taufiq Kiemas boleh bertemu SBY?

Enggak apa-apa, kok. Memang kenapa? Keluarga saya ini demokratis. Kemarin Puan (Puan Maharani, putri Mega) juga baru ketemu di Yogyakarta ketika mewakili saya.

Kalau Pak SBY minta bertemu, apa bisa diterima? Atau ada syaratnya?

Ya..., diemin sajalah. Kalau mau ketemu, terus untuk apa? Kok ya, minta ketemunya hari-hari ini.

Sampai sekarang Anda masih percaya bahwa sistem pemilihan presiden secara langsung itu baik?

Secara substansi memang harus, kalau kita mau berdemokrasi. Makanya saya enggak setuju ketika banyak pengamat bilang tidak apa-apa golput. Saya juga “dipukul” ketika saya mengatakan jangan golput. Menurut saya, dalam hak dan kewajiban warga negara itu tidak ada gray area. Kita punya hak dipilih lalu kewajiban kita memilih. Jadi, enggak ada itu, sebagai warga negara kalau tidak senang, lalu diam, golput. Kalau secara teknis banyak kekurangan, namanya juga pertama kali dilakukan setelah 1955.

Di beberapa pemilihan kepala daerah, angka golput malah sampai 40 persen ….

Ya, karena didorong-dorong. Rakyat kita, yang masih belum mengerti dan masih banyak kendalanya dalam proses (pemilihan) itu sendiri akhirnya ikut.

Tokoh yang mendorong golput termasuk Gus Dur….

Saya bilang sama Gus Dur, “Gus, jangan begitulah memberi pelajaran. Masak, disuruh golput?”

Ada prediksi, Pemilu 2009 merupakan pertarungan antara Anda dan SBY saja. Yang lain hanya penggembira….

(Tertawa) Itu kan omongan orang, silakan saja.

Anda sendiri kenapa yakin maju?

Buat saya, semuanya wajar saja. Mereka yang mau mencalonkan diri tentu merasa memiliki kekuatan. Makanya yang paling penting buat saya adalah memberikan pendidikan politik pada rakyat. Kita selalu mengatakan, rakyat Indonesia perlu pendidikan yang baik. Enggak ada yang akan ngomong tidak, pasti ya semua. Tapi bagaimana kalau pada tataran pelaksanaannya kita sendiri sering tidak konsekuen? Kalau rakyat terus didorong tidak memilih, bagaimana? Mau uji coba apa lagi? Anda punya ide baru?

Mungkin akan kembali ke yang dulu, sistem perwakilan?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bayangkan sekarang kalau itu dilakukan, kita akan mundur, set back itu. Untuk apa bereformasi dengan segala jerih payah, korban, air mata, darah, dan sebagainya. Kemudian (mundur) karena enggak puas pada si A atau si B. Memangnya manusia ada yang sempurna?

Apa penilaian Anda terhadap kondisi masyarakat di bawah pemerintahan SBY-JK?

Saya tidak mau menilai di luar dulu. Saya menilai internal saya dulu, karena itulah sumber kekuatan saya. Ngapain saya menilai di luar ketika tidak tahu rumah sendiri?

Dari mana Anda tahu banyak yang tidak puas dengan keadaan sekarang? Apakah mereka menyatakan akan mendukung Anda lagi? 

Mereka kan bilang, “Kami ini salah pilih, Bu”. Ya, saya diam saja, memang mau bagaimana? Saya mesti menghibur atau bagaimana?

Banyak yang berbicara seperti itu?

Banyak. Perorangan atau organisasi. Dalam kampanye, saya kira sangat jelas: beri saya waktu lagi. Saya sebagai presiden terhitung hanya tiga tahun. Banyak orang lupa itu, menyangka saya   memimpin lima tahun. Boleh dilihat dalam tiga tahun itu, success story cari sendirilah.

Kenapa sekarang memilih masalah sembako sebagai tema kampanye?

Karena, selama saya berkeliling ke daerah, topik yang saya tanyakan masalah ekonomi. Di sana sangat tergambarkan, keluhan masyarakat adalah persoalan sembako. Mereka bilang kenapa waktu zaman saya tidak semahal sekarang. Mereka bisa hafal harga beras, cabai, daging. Lantas saya bilang, “Ya, karena kamu ndak milih saya.”

Anda dikritik kurang Islami. Di buku Mereka Bicara Mega malah ada saran mengubah penampilan pakai kerudung?

Sekarang saya mau tanya, masalah Islami itu sebetulnya opo to? Makanya saya bilang, biarkan saja orang bicara, berkomentar. Saya juga kapan-kapan boleh dong, komentar.

Mungkin karena PDIP konsisten dengan isu pluralisme?

Siapa yang bilang Islam tidak pluralis? Saya sendiri orang Islam. Keluarga saya orang Islam. Menurut pandangan saya, kalau kita bicara tentang Nabi Muhammad, coba saja baca, apa beliau tidak pluralis? Dia sangat pluralis.

Apa tanggapan Anda tentang penolakan terhadap pemimpin perempuan?

Menurut saya, kita perlu berhati-hati kalau agama dibawa ke ranah politik. Agama yang khusuk dan sakral bisa jadi kacau-balau. Saya bukan ahli, saya bicara dan diskusi dengan Siti Musdah Mulia. Saya tanya, “Sebetulnya salah kita ini apa ya, Mbak? Yang Di Atas itu kan sudah Maha, berapa nama Dia punya. Kenapa di-create yang namanya perempuan?” Saya dalam doa juga sering bertanya, “Sebetulnya apa sih kami (perempuan) ini di mata-Mu? Padahal Kamu buat kami, perempuan, menjadi satu bagian yang, menurut saya, kalau enggak ada, musnahlah yang namanya wangsa manusia.” Mbak Musdah menjawab, “Kenapa mesti serius banget ditanggepin, Mbak?” (Mega tertawa).

Sampai sekarang kampanye penolakan pemimpin perempuan masih dilakukan. Seperti yang dialami Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur.…

Saya sendiri sampai guyon dengan Khofifah: “Lucu ya, Mbak, kalau dipikir-pikir, kita ini katanya kaum lemah, tapi ternyata ditakuti, lho.” (Mega tertawa). Iya, kan? Harusnya, kalau wanita lemah, kan dibiarin saja, ya? (Tertawa)

Bagaimana tentang calon wakil presiden Anda, apa sudah mulai mengerucut dari enam nama itu?

Kalau mau demokratis, silakan saja mengajukan nama. Tapi, jangan lupa, sebagai ketua umum, setelah menerima mandat kongres, saya punya hak prerogatif. Yang akan menjalankan itu kan saya? Menurut UUD 45, wakil presiden itu membantu presiden. Menurut saya, tafsir membantu itu serius.

Maksudnya, wakil presiden itu cuma ban serep?

Contoh konkret, ketika saya jadi presiden, Pak Hamzah (Haz) kan wakilnya? Dan kami bukan paket, tapi dipilih MPR. Saya bicara terbuka dengan beliau, bagaimana pengertiannya membantu. Pak Hamzah mengatakan: “Lho, saya membantu Ibu.” Jadi, kita memang harus mempertemukan dua sosok ini. Alhamdulillah, sepanjang saya berjalan dengan Pak Hamzah, beliau memang membantu saya. Dalam arti, ada hal yang memang harus diputuskan oleh presiden, itu yang beliau katakan.

Bukankah sejak reformasi posisi wakil presiden sekarang lebih menonjol?

Kalau mau sharing power, apa mungkin? Sekarang kita perhatikan, kalau seorang wakil presiden bertindak--istilah saya “one step ahead”-- nuansanya bisa sampai ke bawah. Ketika saya jadi wakil Gus Dur, mereka sudah reka penugasan yang diberikan kepada saya, harusnya saya bagaimana. Saya berbicara pada diri saya, menyangkut moral dan etika berpolitik. Tidak pernah saya katakan pada Gus Dur: “Oh, Gus, ini sudah saya selesaikan.” Saya selalu katakan, “Bapak Presiden, ini hal-hal yang telah kita siapkan. Silakan, maunya bagaimana.”

Dalam acara peluncuran buku kemarin, Anda menekankan agar wakil presiden jangan sampai berperan sebagai presiden?

Ya..., itu toh siapa saja, terserah siapa yang merasa. (Tertawa)

Mengenai calon pendamping, apakah ukuran ideal yang diperhitungkan?

Kalau ukurannya ideal, karena saya perempuan, menurut saya, ya saya ini cukup cantik. Nanti yang di sebelah saya mestinya paling tidak bisa sesuai (Mega tersenyum). Mungkin joke-nya seperti itu. Lalu juga dalam diskusi kita bisa sama-sama. Jangan bondo kosong (modal kosong). Itu kan joke saja (tertawa). Tapi maksudnya bukan materi, lho. Masak saya tanya, bondomu piro (hartamu berapa).

Anda percaya bahwa pasangan presiden dan wakil presiden harus mencerminkan kombinasi militer-non militer, Jawa-luar Jawa, partai nasionalis-religius?

Itu merupakan bagian dari kriteria, tapi bukan kepastian mutlak. Alangkah sulitnya kalau hal itu dijadikan patokan kunci. Saya bilang ke anak cucu, kalian ini turunan gado-gado, apa enggak pusing? Seperti saya ini, kan bunglon, dalam hal positif? Mau dibilang Sumatera bisa, karena saya memang ada keturunan Sumatera. Luar Jawa? Boleh juga, karena saya (keturunan) Bali dan Sumatera. Tapi kalau dibilang bukan Jawa, no, no..., saya Jawa juga. Jadi, gado-gado.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Gerindra Bersiap Usung Prabowo di Pilpres 2024, PDIP Baru Siapkan Kader

11 Agustus 2020

Ketua umum PDIP, Megawati Soekarnoputri didampingi Puan Maharani dan Prananda Prabowo meneriakan yel-yel usai penutupan Kongres V PDIP di Sanur, Denpasar, Bali, 10 Agustus 2019. Megawati Soekarnoputri mengumumkan dan melantik 27 orang pengurus DPP PDI Perjuangan periode 2019-2024. TEMP/Johannes P. Christo
Gerindra Bersiap Usung Prabowo di Pilpres 2024, PDIP Baru Siapkan Kader

Sejumlah kader Gerindra meminta Prabowo kembali maju sebagai capres 2014, sedangkan PDIP masih melakukan kaderisasi dan pematangan calon pemimpin.


Cara Jokowi Hindari Angka 2 Saat Ucapkan Ulang Tahun ke Megawati

23 Januari 2019

Presiden Joko Widodo atau Jokowi, bersama dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri  saat menghadiri acara perayaan hari ulang tahun PDIP ke-46 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Kamis 10 Januari 2019. HUT PDIP ke-46 menjadi puncak konsolidasi ideologi, organisasi, politik, dan konsolidasi kader partai untuk memenangkan partai di pemilihan legislatif dan juga memenangkan pasangan Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin di pemilihan presiden 2019. TEMPO/Subekti.
Cara Jokowi Hindari Angka 2 Saat Ucapkan Ulang Tahun ke Megawati

Jokowi mengucapkan selamat kepada Megawati yang berulang tahun ke-72. Tapi Jokowi menghindari menyebut angka 2.


PPP Bersedia Mendukung PDIP di Pilgub Sumut dengan 4 Syarat

10 Januari 2018

Sekertaris Jenderal PPP Arsul Sani usai menjadi pembicara dalam diskusi publik bertajuk
PPP Bersedia Mendukung PDIP di Pilgub Sumut dengan 4 Syarat

PDIP butuh dukungan PPP untuk menggenapi syarat mengusung calonnya di pilgub Sumut.


PDIP Tunjuk Ahmad Basarah Ketua Tim Pemenangan Gus Ipul-Puti

10 Januari 2018

Ketua umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bersama putrinya Puan Maharani dan ketua fraksi MPR Ahmad Basarah (kanan), saat myaksikan pameran dan dokumenter perjalanan mantan ketua MPR Taufik Kiemas, disela-sela acara Kongres IV PDI Perjuangan, di Inna Grand Bali Beach Sanur, Denpasar, 10 April 2015. TEMPO/Imam Sukamto
PDIP Tunjuk Ahmad Basarah Ketua Tim Pemenangan Gus Ipul-Puti

Sebelumnya nama Ahmad Basarah sempat disebut bakal dicalonkan sebagai wakil gubernur dari PDIP.


PDIP Sambut Baik Keputusan Gerindra Dukung Gus Ipul

10 Januari 2018

Saifullah Yusuf. Dok. TEMPPO//Fully Syafi
PDIP Sambut Baik Keputusan Gerindra Dukung Gus Ipul

Dengan bergabungnya Gerindra ke kubu Gus Ipul, maka koalisi ini merupakan koalisi pertama antara Partai Gerindra dan PDIP dalam pilkada 2018.


Gus Ipul-Puti Guntur Soekarno, PKS Tetap Bergabung dengan PDIP

10 Januari 2018

Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman saat temu jumpa dengan wartawan media nasional di gedung DPP PKS, Jakarta Selatan, 19 April 2016. TEMPO/Yohanes Paskalis
Gus Ipul-Puti Guntur Soekarno, PKS Tetap Bergabung dengan PDIP

Presiden PKS Sohibul Iman menegaskan partainya tetap mendukung Gus Ipul dan Puti Guntur Soekarno di Pilgub Jatim 2018.


PDIP Resmi Usung Puti Guntur Soekarno Dampingi Gus Ipul

10 Januari 2018

Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarno Putri atau Puti Guntur Soekarno. Dok.TEMPO/M. Iqbal Ichsan
PDIP Resmi Usung Puti Guntur Soekarno Dampingi Gus Ipul

PDIP memutuskan untuk mengusung Puti Guntur Soekarno setelah mendapat masukan dari Gus Ipul serta pesan dari kiai, alim ulama, dan tokoh masyarakat.


Di HUT PDIP, Jokowi Ingatkan Pejabat Tak Tergiur Tawaran Politik

10 Januari 2018

Presiden Joko Widodo di sela-sela kunjungannya melihat-lihat pakain di salah satu toko di Mall Panakkukang, Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juli 2017. Dalam kunjungannya, terlihat paspampres mengenakan batik. TEMPO/Iqbal Lubis
Di HUT PDIP, Jokowi Ingatkan Pejabat Tak Tergiur Tawaran Politik

Presiden Jokowi mengatakan bahwa kader PDIP dan pejabat pemerintah masih harus bekerja keras karena banyak tugas yang belum usai.


Kesal dengan Hoax, Megawati: Kalau Mau Tempur, Mari secara Jantan

10 Januari 2018

Ketua Umum Megawati Soekarnoputri memberi kata sambutan dalam peringatan HUT ke-45 PDIP yang digelar di Jakarta Convention Center, 10 Januari 2018. TEMPO/Dewi Nurita
Kesal dengan Hoax, Megawati: Kalau Mau Tempur, Mari secara Jantan

Megawati menyebut pihak-pihak yang menggunakan hoax untuk menjatuhkan lawan politik sebagai pengecut.


Dukung Saifullah Yusuf, PKS Siap Kerja Sama dengan PDIP

10 Januari 2018

Presiden PKS Sohibul Iman (tengah) bergandeng tangan bersama para calon kepala daerah dari PKS seusai menyerahkan dokumen sebelum pembacaan ikrar pemenangan dan pakta integritas calon kepala daerah dari PKS di Jakarta, 4 Januari 2018. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Dukung Saifullah Yusuf, PKS Siap Kerja Sama dengan PDIP

PKS akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan koalisi pendukung Saifullah Yusuf di Pilgub Jatim 2018.