Hal ini disebabkan berakhirnya masa tugas Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias pada April 2009, serta berakhirnya program pemulihan Aceh dari sejumlah donor dan lembaga swadaya masyarakat (Non Government Organization/NGO). “Jadi akan ada banyak pengangguran di Aceh,” katanya di Banda Aceh, Rabu (24/12).
Menurut dia hal itu tak terlalu menjadi masalah bagi Aceh dan mudah diredam dengan mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh (APBA) dan bantuan sejumlah donor yang berkomitmen pada Aceh. “Jumlah anggaran Aceh yang mencapai Rp 9 triliun dapat dipergunakan untuk meredam pertumbuhan pengangguran,” ujar Irwandi.
Irwandi juga menyebutkan, banyak pekerja BRR dari level bawah yang dikirim dari luar Aceh. Sehingga ketika proyek selesai pekerja tersebut akan kembali ke daerahnya. “Baru ngeri, kalau mereka yang dari luar Aceh, setelah habis proyek di Aceh tidak mau kembali ke daerahnya,” ucap dia.
Pemerintah Aceh bertekad membuka lebih luas lapangan kerja dengan meningkatkan berbagai program dalam bidang pendidikan, pertambangan, ekonomi, dan akan menarik investor dari luar.
Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, saat ini jumlah pengangguran di Nangroe Aceh Darussalam sekitar 9,8 persen dari sekitar 1.742.185 angkatan kerja yang ada di Aceh.
ADI WARSIDI