Pihak pos keamanan laut Rembang ini, selama 24 jam memantau koordinat terakhir dari masing-masing kapal yang berada di laut lepas. "Ini untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan di laut lepas," ujar Sudharto. Sebab, kondisi cuaca menurut Badan Meteorologi dan Geofisika Jawa Tengah, dalam sepekan ke depan ombak berpotensi mencapai 4-6 meter. "Kami menghimbau agar para nakhoda kapal untuk tidak melaut dulu," ujar Sudharto.
Sementara di Jepara, sebagian perahu motor sudah melaut. Tapi jarak daerah tangkapan tidak sampai di laut lepas. Untuk kepentingan melaut, mereka sebagian besar masih mengandalkan minyak tanah untuk menghidupi mesin kapalnya.
"Saya ini sudah terlanjur terjerat hutang, meski harga solar sudah turun tapi saya belum bisa berkutik," ujar Sarino, nelayan asal Desa Bulu, Jepara (23/12). Kondisi yang sama juga dialami para nelayan yang lain. "Saya berangkat melaut selama ini dihutangi pemilik perahu," ujar Tugimin, rekan Sarino.
Bekal para nelayan di Jepara untuk melaut, tergantung pinjaman dari pemilik kapal. Meski harga solar sudah turun mencapai Rp 4.800 per liter, sedangkan minyak tanah Rp 5.500 per liternya. "Beli solar kan pakai uang kontan," ujar Sarino. "Sekali melaut bekal kami berkisar Rp 500 ribu, dan uang sebesar itu tidak keluar dari kantong sendiri tapi hasil pinjaman," ujar Sarino. Jika nasib sedang berpihak, Sarino bisa membawa pulang uang Rp 50 ribu. "Sebagian dipotong untuk bayar utang".
BANDELAN