Aspek dendam, kata Anam dilihat ketika Hakim tidak mempertanyakan kenapa Muchdi mempunyai dendam terhadap Munir Said Thalib. "Dendam itu yang harus dibuktikan," keluhnya. Badan Intelijen sudah punya rencana terhadap Munir. Sejak 1998, ia melanjutkan Suciwati yang tengah mengandung saja pernah diintimidasi. Ini dibuktikan dari saksi anggota Komando Pasukan Khusus.
Kejanggalan dari sisi surat,menurutnya terlihat dari tidak adanya penelusuran yang cukup tentang paspor Muchdi yang menyatakan dia di Malaysia. "Tiba-tiba hakim menulis, paspor itu sah adanya," imbuhnya. Selain itu Komite Solidaritas Aksi Untuk Munir mempertanyakan surat berkop Garuda dengan alamat Kedutaan Besar Republik Indonesia di Pakistan digunakan untuk mencabut Berita Acara Pemeriksaan Budi Santoso.
"Deplu sendiri tidak pernah mengeluarkan surat itu," ungkap Anam.
Selain itu masalah surat terlihat pula pada surat hasil kloning dikeluarkan PT Garuda Indonesia atas permintaan Badan Intelijen Negara (BIN). Meski secara hukum sah sebagai bukti, tapi kata Anam Hakim justru mengambil fakta dari terdakwa yang tentu saja menolak.
Mengenai masalah uang, Pollycarpus sendiri pernah diberi uang Muchdi sebanyak 2 kali lewat Budi Santoso. Majelis Hakim berbicara, kata Anam kesaksian Budi Santoso tidak memiliki nilai. Hakim justru mengambil kesaksian Pollycarpus yang tidak pernah diberi. "Padahal pollycarpus dipidana karena peristiwa tersebut."
Adapun Call Data Record, Mejelis Hakim sendiri mementahkan pembicaraan yang diduga antara polly dan Muchdi karena tak ada saksi yang memperkuat perbincangan tersebut. Padahal, kata Anam Muchdi sendiri pernah mengakui kebenaran nomor telepon selulernya dan juga alamat rumahnya
DIANING SARI