"Data itu mengungkapkan bahwa parahnya penyusutan kalsifikasi pada terumbu karang secara drastis belum pernah terjadi setidaknya selama 400 tahun terakhir," kata Glenn De'ath, peneliti utama makalah yang dipublikasikan dalam jurnal Science, Jumat lalu.
Riset tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan koral di terumbu karang itu melambat lebih dari 14 persen sejak 1990. Bila kecenderungan ini terus terjadi, pertumbuhan koral akan terhenti sepenuhnya pada 2050. "Ini menimbulkan keprihatinan karena perubahan semacam itu terbukti telah terjadi di ekosistem terumbu karang dengan pengelolaan dan perlindungan terbaik di dunia," kata Janice Lough, peneliti yang terlibat dalam riset itu. "Ini amat meresahkan karena perubahan iklim yang terjadi di sana amat sederhana."
Kerangka koral adalah tulang punggung ekosistem terumbu karang dan menyediakan habitat bagi puluhan ribu spesies tumbuhan serta binatang. Makin asamnya samudra akan mempengaruhi banyak kehidupan organisme laut, tak hanya koral. "Semua organisme yang melakukan kalsifikasi adalah pusat segala sesuatu yang membuat ekosistem laut dapat berfungsi," tutur Janice. "Jaring-jaring makanan akan terpengaruh, dan perubahan dalam keanekaragaman maupun produktivitas samudra yang amat cepat dapat terjadi."
Penemuan De'ath dan timnya itu berlandaskan pada analisis terhadap pita pertumbuhan tahunan koral--mirip dengan cincin pertumbuhan pada pohon--sampai 400 tahun lalu. Naiknya temperatur laut dianggap sebagai akibat pemanasan global. Penumpukan gas rumah kaca, seperti karbon dioksida, di atmosfer juga diduga bertanggung jawab atas meningkatnya keasaman air laut.
Laporan PBB pada 2007 telah memperingatkan bahwa Great Barrier Reef, yang digambarkan sebagai organisme hidup terbesar di dunia, terancam musnah karena perubahan iklim dalam beberapa dekade. Laporan De'ath menyatakan bahwa terumbu karang yang telah dicanangkan sebagai situs world heritage dan tumbuh sampai seluas 345 ribu kilometer persegi di pantai timur Australia dikhawatirkan bakal punah secara fungsional.
TJANDRA | AFP