Sebagian besar reptil memang tidak memiliki kromosom seks, gender mereka ditentukan oleh temperatur sekitar ketika mereka masih berada dalam telur. Pada buaya, misalnya, hewan jantan dihasilkan oleh temperatur tinggi. Telur yang dierami dalam pasir di atas temperatur kritis tertentu cenderung menetaskan buaya jantan.
Fenomena ini akan menghasilkan masalah karena bumi memanas dengan cepat sehingga seleksi alam mungkin tak punya cukup waktu untuk menyesuaikan temperatur pivotal tersebut. Hasilnya, buaya betina akan sulit ditemukan.
Beberapa pakar berpendapat nasib ikan juga tak berbeda jauh dengan para reptil karena banyak spesies yang jenis kelaminnya ditentukan oleh temperatur (TSD). Namun, sebuah analisis kritis terhadap literatur ikan yang dilakukan oleh Natalia Ospina-lvarez dan Francesc Piferrer, keduanya dari Marine Science Institute di Barcelona, Spanyol, menyangsikan dugaan tersebut.
Kedua ilmuwan ini menunjukkan bahwa 14 dari 20 genera ikan yang sebelumnya dilaporkan termasuk kelompok TSD ternyata memiliki kromosom seks. Dalam analisis itu juga terungkap bahwa untuk mengubah ikan bergenetik betina menjadi jantan, diperlukan temperatur tak alami yang hanya bisa ditemukan di laboratorium.
Namun, enam genera yang memang memperlihatkan fenomena TSD, termasuk ikan Menidia sp dan ikan cichlid (Apistogramma sp), rasio ikan jantan dan betinanya memang dipengaruhi pemanasan global. "Jumlah ikan jantan pada enam genera itu memang berlimpah," kata Ospina-lvarez.
Mereka juga meneliti pengaruh kenaikan temperatur pada ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu tersebut. Kenaikan suhu 1-2 derajat Celsius, yang diperkirakan akan terjadi pada akhir abad ini, ternyata menghasilkan tiga jantan untuk setiap ikan betina, sebuah rasio negatif bagi upaya mempertahankan populasi. "Perubahan suhu sekecil apa pun, 1-2 derajat Celsius, bisa mengubah rasio seks secara siginifikan, dari jantan dan betina 1 : 1 menjadi 3 : 1, baik pada spesies ikan yang hidup di air tawar maupun laut," katanya.
TJANDRA | LIVESCIENCE | PLOS ONE