TEMPO Interaktif, Padang: Sebanyak 7.000 ton ikan mas dalam 13 ribu keramba apung di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mati dalam tiga hari belakangan karena fenomena up welling (arus balik). Kerugian pemilik tambak diperkirakan mencapai Rp 70 miliar.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat Yosmeri, Selasa (6/1), mengatakan penyebab matinya ikan keramba itu karena pergeseran arus bawah di dasar danau yang naik ke atas akibat badai yang terjadi seminggu belakangan ini di Maninjau.
"Arus dasar perairan yang mengandung belerang naik ke atas sehingga permukaan air kekurangan oksigen dan ikan-ikan mati. Ditambah lagi karena adanya PLTA Maninjau sehingga air yang kotor ini tidak bisa segera digelontorkan keluar karena pintu air bagian bawah ditutup untuk PLTA," kata Yosmeri melalui telepon. Ia saat ini sedang ada di lokasi.
Menurut Yosmeri, berdasarkan penelitian sementara, kadar oksigen di permukaan air danau hanya 2 sementara minimal harusnya 5. Sedang kadar amonial 0,2, padahal seharusnya di bawah 0.
Untuk menyelamatkan ikan-ikan yang masih hidup sekitar 5 ton, para pemilik tambak telah memindahkannya ke kolam-kolam yang ada di dekat danau, sedagkan ikan yang sudah dipanen dijual murah Rp 2.000 per kilogram di tempat.
"Kami juga menyarankan agar ikan-ikan yang baru mati ini diolah menjadi ikan asap, agar petani ikan tidak terlalu rugi, karena ikan ini aman dikonsumsi, bukan mati karena tercemar, tetapi mati karena keklurangan oksigen," kata Yosmeri.
"Tadi saya sudah rapat dengan Bupati Agam Aristo Munandar dan mengusulkan agar PLTA membuka pintu air untuk melepaskan sebagian air danau yang kotor ke Batang Antokan untuk memperbaiki kondisi air danau," kata Yosmeri.
Peristiwa serupa pernah terjadi pada 1997 dan 2000 yang menghancurkan 3.000 keramba apung milik masyarakat. Tidak hanya ikan di dalam keramba, ikan asli danau seperti ikan rinuak, ikan panjang juga mulai mati.
FEBRIANTI