"Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) sudah putuskan untuk hentikan, jadi sekarang Pemerintah harus tegas menterminasi kontrak ExxonMobil," ujar analis geopolitik perminyakan, Dirgo Purbo, ketika dihubungi Tempo, Sabtu (10/1).
Tindakan ExxonMobil yang mengabaikan keputusan itu, menurut dia, sangat menghina kedaulatan Indonesia. "Kita seperti dipermainkan," katanya. Di lain pihak, Pemerintah seperti tidak berdaya dengan aksi tersebut.
Padahal selama ini perusahaan minyak dan gas asal Amerika Serikat itu telah mendapat keuntungan dari 30 tahun kepemilikan Natuna yang menyimpan cadangan gas sampai 45 triliun kaki kubik. "Mereka sengaja tidak menggarap Natuna karena jumlah cadangan gasnya bisa masuk ke portofolio sehingga mendongkrak saham mereka di bursa AS," ucap Dirgo.
Portofolio ExxonMobil juga semakin bagus di mata investor dengan ditambahnya cadangan minyak di Blok Cepu yang mencapai 350 juta barel. Ia mengatakan tindakan mempercantik portofolio memang sudah menjadi filosofi perusahaan migas internasional sejak lama. "Mereka dapat uang dari lantai bursa, sementara kita (Indonesia) tidak dapat hasilnya," kata dia.
Menurut Dirgo, ExxonMobil bisa membawa masalah pemutusan kontrak sepihak ini ke arbitrase. "Silakan saja. Logikanya, kontrak mereka sudah habis, kok, bahkan dengan perpanjangan hingga 9 Januari 2009," ujar dia.
Sebagai solusi untuk masalah Natuna, Pemerintah harus melihat blok gas itu sebagai aset negara dan memberi kesempatan kepada Pertamina selaku pengelola untuk membuat aturan main yang jelas. "Kalau ExxonMobil masih ingin mengelola Natuna, harus tunggu ketentuan dari Pertamina, terutama soal bagi hasil," ujar Dirgo.
SORTA TOBING