TEMPO Interaktif, Jakarta: Dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi global terhadap perekonomian domestik semakin terasa pada kuartal keempat 2008. Kelesuan ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga 2009. Nasib nilai tukar uang rupiah di 2009 pun akan sangat tergantung pada pergulatan yang terjadi di pasar komoditas dan pasar keuangan global.
BI pun mengeluarkan kebijakan yang membatasi transaksi valuta asing untuk mengurangi spekulasi. Kebijakan itu sudah diterapkan pada 1 Desember 2008 lalu dimana setiap transaksi yang menggunakan valuta asing terutama dolar Amerika Serikat lebih dari US$ 100 ribu dalam satu bulan harus disertakan underlying transaction.
Langkah tersebut, diakui pengamat pasar uang Farial Anwar, memberikan pengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. "Kebijakan baru BI telah membatasi fluktuasi rupiah terhadap dolar dan memangkas transaksi rata-rata harian dolar menjadi US$ 200 juta dari sebelumnya di kisaran US$ 1,5-2 miliar per hari," kata Farial.
Peluang penguatan rupiah pun menjadi sangat bagus. Namun, lanjut dia, peluang tersebut akan berhadapan langsung dengan rencana penerbitan surat utang AS sekitar US$ 600-700 miliar. Farial menjelaskan, akibat dari program bail-out US$ 700 miliar ditambah rencana bail-out tambahan US$ 800 miliar, pemerintah AS membutuhkan pendanaan skala besar.
Rencana itu akan diperoleh dengan menerbitkan surat utang Amerika Serikat. Meskipun nilai surat utang tersebut masih belum dapat dipastikan, namun Farial menekankan bahwa penerbitan surat utang itu akan menyerap dolar Amerika Serikat dari seluruh dunia ke negara asalnya. "Rupiah punya peluang menguat dengan penurunan harga minyak. Di sisi lain, rupiah bisa melemah tajam," ujar dia.
Sementara itu BI mengemukakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sepanjang 2008 lalu rata-rata melemah 5,4 persen akibat krisis yang terjadi di pasar keuangan global. Gejolak keuangan global tersebut mengakibatkan terjadi peningkatan tekanan pada perekonomian Indonesia.
Di pasar keuangan, kondisi likuiditas keuangan global ketat dan pada waktu bersamaan persepsi risiko terhadap negara emerging markets meningkat, sehingga membuat Indeks Harga Saham Gabungan dan harga Surat Utang Negara anjlok. "Nilai tukar juga melemah secara tajam sejak awal kuartal empat 2008," ujar Boediono dalam laporan kebijakan moneter BI yang di publikasikan di Jakarta, Sabtu (10/1).
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat defisit pada tahun 2008. Neraca transaksi berjalan (current account) mulai mencatat defisit pada kuartal kedua 2008. Defisit tersebut lebih disebabkan oleh tingginya kegiatan impor yang didorong oleh kuatnya permintaan domestik.
BI mencatat neraca transaksi modal dan finansial, khususnya investasi portofolio, masih mencatat surplus. Neraca transaksi modal yang surplus tersebut didukung oleh penerbitan global bond serta aliran masuk modal asing, terutama ke pasar SUN, yang meningkat signifikan pada kuartal kedua 2008. Memasuki semester kedua, kinerja NPI semakin tertekan. Di sisi transaksi berjalan, ekspor mulai menunjukkan pelemahan akibat penurunan harga komoditas. Sementara itu, di sisi neraca transaksi modal dan finansial, minat investor terhadap aset di pasar keuangan domestik telah menurun.
Derasnya aliran keluar modal asing, khususnya di pasar SUN dan SBI, menyebabkan investasi portofolio mencatat defisit sejak kuartal ketiga 2008, dan semakin meningkat pada kuartal keempat 2008. Defisit baik pada neraca transaksi berjalan, maupun neraca transaksi modal dan finansial, pada gilirannya menyebabkan lonjakan defisit pada NPI di kuartal akhir 2008. Secara keseluruhan tahun NPI diprakirakan akan mencatat defisit sebesar US$ 2,2 miliar. Sementara itu, cadangan devisa pada akhir Desember 2008 tercatat sebesar US$ 51,6 miliar. Jumlah cadangan devisa tersebut setara dengan 4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Eko Nopiansyah