Ketua Dewan Pimpinan Pusat Organda, Murphi Hutagalung, mempersilahkan rencana Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melaporkan organisasi yang dipimpinnya ke kepolisian. Namun, dia mengingatkan, Harga Bahan Bakar (BBM) bersubsidi hanya salah satu komponen dari beban operasional pengusaha angkutan.
“Kami mempunyai perhitungan sendiri atas tarif angkutan,” kata Murphi kepada Tempo, di Jakarta, Sabtu (17/1). Rencananya, Organda akan memaparkan perhitungan penurunan tarif pekan depan.
Murphi mengakui penurunan harga BBM bersubsidi seharusnya bisa menekan tarif angkutan. Pasalnya, komponen bahan bakar mencapai 30 persen dari perhitungan tarif angkutan.
Namun, beban lain seperti suku cadang, retribusi, listrik, bunga kredit perbankan dan pungutan liar, juga menjadi komponen lainnya dalam dalam besaran tarif angkutan. Biaya suku cadang misalnya, kata dia, hingga saat ini belum turun akibat masih tingginya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.
“Walau harga bahan bakar turun, tapi masih impas dengan tingginya harga suku cadang,” ujarnya.
Jika tak menghitung komponen suku cadang, Murphi memperkirakan tarif angkutan bisa turun 7,4 persen setelah pemerintah menurunkan harga bahan bakar premium sebesar 25 persen dan solar sebesar 18,2 persen sejak Desember 2008.
Namun masalahnya, menurut dia, penurunan harga BBM yang telah dilakukan pemerintah secara bertahap menyulitkan pengusaha angkutan menghitung penurunan tarif angkutan.
Sebelumnya, pemerintah terakhir kali menurunkan harga BBM bersubsidi pada 15 Januari 2009, atau yang ketiga kali sejak 1 Desember 2008. Pada kebijakan penurunan harga terakhir, premium menjadi Rp 4500 per liter dari sebelumnya Rp 5000 per liter. Sedangkan solar, turun dari sebelumnya Rp 4800 per liter menjadi Rp 4500 per liter.
Namun penurunan harga bahan bakar bersubsidi itu ternyata tak otomatis menurunkan harga angkutan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berencana melaporkan Organda yang dianggap sengaja mengulur waktu untuk menurunkan harga.
Menurut Murphi, sejak pemerintah menaikkan harga bahan bakar Mei 2008, pengusaha angkutan sebenarnya telah melakukan efisiensi untuk menghindari kerugian. Jumlah armada yang ada di jalanan saat ini, kata dia, hanya separuh dari yang dimiliki para pengusaha.
Apalagi, jumlah pengguna angkutan sejak 2004 turun hingga 50 persen karena meningkatnya penggunaan sepeda motor. “Jadi sebenarnya penurunan harga bahan bakar bisa menjadi peluang kami kembali tumbuh, tapi kami justru dijadikan tumbal,” tandasnya.
AGOENG WIJAYA