"Kami menolak jika rokok difatwakan haram oleh MUI. Masalahnya sangat komplek, sehingga dampaknya akan sangat menghkhawatirkan" ujar Ketua DPRD Kudus, Asyrofi Masitho, saat dihubungi di Kudus, Sabtu (17/1).
Karena alasan itu, Selasa (20/1), Asyrofi bersama unsur Pemerintah Kabupaten Kudus, Persatuan Pengusaha Rokok Kudus (PPRK), Federasi Pengusaha Rokok Kudus (FPRK), MUI Kudus, dan Serikat Pekerja RRMM akan menemui MUI di Jakarta. "Kami akan minta MUI agar menurunkan proposal pembahasan fatwa haram rokok dari agenda bahasan," ujar Asyrofi.
Sebelumnya wacana fatwa MUI yang mengharamkan rokok itu menjadi pembahasan dalam berbagai diskusi. Misalnya, Ketua MUI Kudus KH.Syafiq Naschan, menyebut, bahwa rokok tidak termasuk barang haram. "Rokok hanya sebatas mahruh saja," ujar Syafiq.
Sementara H.Soewarno Sirad, dari PT Djarum menyebut, industri rokok telah menyerap tenaga kerja, memberikan konstribusi cukai pada pemerintah, memberikan bea siswa pada mahasiswa, kepedulian lingkungan hingga membantu banyak kegiatan olah raga, seperti sepak bola.
Menurut Asyrofi, tidak ada dasar hukum Islam yang mengharamkan rokok. "Hukum yang ada itu mubah, atau maksimal mahruh," ujar Asyrofi.
Di sisi lain, lanjutnya, persoalan sosial akan muncul bila fatwa haram itu ditetapkan. "Akan terjadi persoalan krusial di daerah Kudus," katanya.
Saat ini di Kudus terdapat 15 pabrik rokok yang tergabung dalam, dengan 95 ribu karyawan dan FPRK, serta tak kurang dari 120 ribu orang pekerja. Sehingga, bila fatwa itu dikelaurkan, maka tidak saja membuat industri rokok gulung tikar tetapi juga berdampak pada nasib karyawan.
Selain itu, kata Asyrofi, Kudus juga telah memberikan sumbangan cukai ke negara tidak kecil. Data PPRK menyebut, sejak 2005 hingga 2008 rata- rata mencapai 26,12 persen dari total pendapatan cukai nasional. "Cukai yang disetor dari Kudus sekitar Rp 11 triliun," ujar Azis Basyir, sektretaris PPRK beberapa waktu lalu.
Dengan mengeluarkan fatwa soal rokok, kata Asyofi, MUI telah melakukan percepatan melampaui peta jalan industri rokok yang telah dirancang pemerintah. Dalam rancangan peta jalan, untuk periode 2007-2010 terkosentrasi untuk kepentingan pendapatan.
Lalu, pada 2010-2015 untuk tenaga kerja, dan 2015-2020 untuk kepentingan kesehatan. Akibat lain, fatwa itu akan menimbulkan hukum ikutannya, yaitu segala yang berkaitan dengan proses produksi dan penjualan rokok menjadi haram. "Ketentuan itu bisa menjadi dasar legal bagi lembaga pemerintah maupun partikelir untuk melakukan razia terhadap rokok," ujar Asyrofi.
BANDELAN AMIRUDIN