TEMPO Interaktif, Jakarta: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) tidak sependapat dengan Majelis Ulama Indonesia soal fatwa haram untuk merokok. Nahdlatul Ulama berpendapat merokok seharusnya hanya diberi fatwa makruh.
"Kalau di NU itu dari dulu makruh, jadi tidak sampai ke tingkat haram. Makruh artinya sebisa mungkin dihindari," kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Hasyim Muzadi, usai pembukaan rapat pimpinan nasional Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah, Senin (26/1).
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan fatwa tentang rokok dalam pertemuan ulama komisi fatwa se-Indonesia. Hasyim mengatakan NU menilai terdapat relativitas dampak dan perokok. Sehingga, merokok tidak bisa dinyatakan haram.
"Bahayanya itu relatif, tidak signifikan seperti minuman keras. Di samping itu, orang yang merokok juga punya relativitas. Ada yang kalau merokok, pikirannya jadi terang, tapi orang sakit TBC merokok langsung game (over) dia," ujarnya.
Dia mengakui tidak hadir dalam pertemuan MUI saat memutuskan fatwa tersebut, sehingga tidak mengetahui persis dasar pemikiran putusan fatwa. "Tapi saya lihat di koran katanya untuk anak dan remaja haram. Nah itu tidak ada (batasan) tahunnya, sampai umur berapa. Itu repot kan," katanya.
Deputi Sekretaris Wakil Presiden bidang Kesejahteraan Rakyat, Azyumardi Azra, mengatakan fatwa MUI tentang merokok merupakan fatwa yang kompromis. Dia menilai tidak ada hal baru dalam fatwa tersebut karena pemerintah DKI pernah mengeluarkan peraturan daerah serupa dengan fatwa itu.
"Bahwa merokok harus pada tempatnya, tidak boleh di depan publik, tidak boleh anak-anak merokok, tidak boleh wanita hamil merokok. Nah jadi fatwa MUI itu hanya memberikan dukungan teologis pada peraturan yang sudah ada," katanya.
Sayangnya, kata dia, peraturan daerah itu tidak dijalankan dengan baik. Penegakan hukum tidak dijalankan secara berkelanjutan dan konsisten. Selain itu, masyarakat tidak peduli adanya peraturan itu. "Sebuah fatwa hanya akan efektif kalau didukung oleh penegakan hukum," ujarnya.
Namun, Azyumardi menilai fatwa haram tentang yoga merupakan hal yang kontraproduktif. Alasannya, sejumlah umat Islam yang melakukan yoga menjalani aktivitas itu bukan sebagai praktek keagamaan tertentu. Yoga, dia melanjutkan, hanya dianggap salah satu aktivitas oleh tubuh.
"Saya tahu banyak orang Islam yang menjalankan praktek yoga tetapi dia tetap menjalankan ajaran Islam dengan baik dan menjalankan Rukun Islam dan Iman. Mereka tidak mengambil ajaran Hindunya tapi itu senam yang baik untuk kesehatan jasmani dan rohani," katanya.
KURNIASIH BUDI