TEMPO Interaktif, Denpasar: Puluhan warga miskin di Kota Denpasar, hari Selasa (3/2), melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Wali Kota Denpasar untuk memprotes kenaikan tarif Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya.
Untuk tarif kelas 3 yang biasa digunakan warga miskin, contohnya, biaya menginap per malam berubah dari Rp 11 ribu menjadi Rp 33 ribu. "Kenaikan ini sangat tidak manusiawi karena untuk makan saja kita sudah susah," kata Koordinator Aksi Yanti Tikurante.
Sebagai rumah sakit pemerintah, kata Yanti, RSUD Wangaya mestinya tidak berorientasi keuntungan, tetapi memprioritaskan kesehatan warga. Apalagi, tegas dia, sewaktu kampanye pemilihan, Wali Kota menjanjikan kesehatan murah.
Perwakilan pengunjuk rasa kemudian diterima Pejabat Sekretaris Daerah Ketut Nick Natawibawa dan Direktur RSUD Wangaya Gde Raka Widiana. Nick menegaskan, kenaikan itu tak bisa diubah. "Itu sudah menjadi keputusan Wali Kota yang didukung leh DPRD Kota," ujarnya.
Namun demikian, kata Nick, pemda tetap memberikan perhatian kepada warga miskin dengan mengalokasikan bantuan sebesar Rp 500 juta untuk mensubsidi mereka. "Itu bisa diambil hanya dengan menunjukkan kartu miskin," jelasnya.
Widiana mengatakan kenaikan tarif itu perlu dilakukan karena status RSUD yang berubah menjadi badan layanan umum (BLU). Dengan status itu, operasional RSUD diarahkan untuk tercukupi oleh pendapatannya sendiri. Dibanding rumah sakit lain di Bali, seperti di Tabanan dan Gianyar, menurutnya, tarif RSUD Wangaya masih lebih rendah. "Di sana sudah lebih dari Rp 50 ribu," ujarnya.
Setelah dialog tidak menghasilkan titik temu, pengunjuk rasa kemudian memilih meninggalkan Kantor Wali Kota. "Kami akan mengawasi realisasi subsidi itu. Kalau ternyata dipersulit kami akan demo lagi," sebut Yanti.
ROFIQI HASAN