Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Pemerintah DIY Bambang Wisnu Handoyo mengatakan besaran pajak sebesar 1,5 persen dihitung dari nilai jual kendaraan. Dasar acuannya, kata Bambang, Permendagri No 22/2008 tentang Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN KB) dengan nilai jual kendaraan untuk jenis sepeda listrik ditetapkan sebesar Rp 4 juta.
“Dengan demikian pajaknya sebesar Rp 60.000 per tahun,” kata Bambang kepada wartawan di kantornya, Selasa, (3/2). Untuk BBN KB, pemerintah menetapkan 10% dari nilai jual kendaraan.
Hanya saja, perolehan pendapatan dari sepeda listrik di jalan ini tak berpengaruh terhadap penerimaan pendapatan pemerintah provintah DIY. ”Kecuali kalau jumlahnya sampai ribuan,” kata Bambang kepada wartawan di kantornya, Selasa, (3/2).
Sepeda listrik memang memunculkan pertanyaan banyak pihak, lantaran belum mempunyai ”jenis kelamin”, masuk kategori sepeda atau sepeda motor. Sepeda listrik ini memang unik. Si pengendara bisa mengayuh layaknya sepeda onthel, namun di satu sisi sepeda ini berfungsi layaknya kendaraan sepeda motor lantaran menggunakan tenaga listrik. Meski belum memiliki jenis kelamin, namun empat showroom sepeda listrik di Kota Yogyakarta dan enam showroom di Sleman telah mengenakan pajak bagi pemiliknya.
Menurut Bambang, Walikota Jogja Herry Zudianto meminta agar pajak terhadap sepeda listrik tidak diberlakukan. ”Alasannya sepeda listrik tidak menimbulkan polusi sehingga tidak menganggu lingkungan,” kata dia.
Kepala bidang Angkutan Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Infomatika Provinsi DIY, Sigit Haryanto, mengatakan alasan pemerintah provinsi memasukkan sepeda listrik masuk kategori kendaraan kena pajak lantaran digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu. Hasil kesepakatan itu, kata Sigit, setelah melakukan koordinasi dengan kepolisian dan Departemen Perhubungan.
Bambang Wahyu menambahkan sepeda listrik disamakan dengan kendaraan 50 cc. ”Hitungannya bukan dari nomer mesinnya tapi dinamonya,” kata Bambang.
Namun, permintaan itu tidak dapat serta merta dipenuhi. Menurutnya, penerapan pajak itu berdasarkan UU No 14/1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Bermotor dan Peraturan Menteri Dalam Negeri no 22 tahun 2008.
Meski begitu, kata Bambang, pihaknya mengupayakan agar penerapan pajak seminimal mungkin untuk memberikan insentif bagi penguna sepeda listrik. “Harusnya dibebaskan, tapi kami terbentur aturan. Jadi saat ini kami mengkaji ketentuan yang meringankan melalui Pergub,” ujar Bambang.
Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Infomatika Mulyadi Hadikusumo dalam suratnya kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono mengusulkan untuk mengatur populasi dan jaminan apabila terjadi kecelakaan maka sepeda listrik harus didaftarkan untuk memperoleh nomor kendaraan. Dalam surat bernomor 557/071 tertanggal 17 Januari 2009 Mulyadi juga mengusulkan untuk memberikan insentif bagi pengguna kendaraan tersebut karena merupakan kendaraan ramah lingkungan dan tidak menggunakan bahan bakar.
BERNADA RURIT