"Saya heran tiba-tiba ditangkap polisi," ujar Lutfi, 43 tahun, salah seorang tukang parkir yang biasa bertugas di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lutfi dijemput di rumahnya tidak lama setelah polisi menciduk Supriyatna, 48 tahun, yang tertangkap tangan ketika memungut uang parkir dari sejumlah kendaraan di Pasar Tanah Abang.
Dari keterangan Supriyatna, polisi mengetahui bahwa Supriyatna dipekerjakan oleh Lutfi. Tapi tuduhan itu dibantah Lutfi. "Pagi tadi dia mendesak saya untuk menggantikan saya menjaga lahan parkir. Tapi saya bukan tukang parkir ilegal," ujar Lutfi sambil menunjukkan surat izin dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Bukan hanya Lutfi yang menjadi "korban". Hal serupa dialami oleh Ahmad Dahlan, 32 tahun, kawan Lutfi. Ia membantah tuduhan pihak kepolisian yang menyatakan dirinya telah mengutip uang sebesar Rp 100 ribu kepada pemilik mobil boks. "Saya hanya memungut Rp 10 ribu untuk mobil yang menginap," katanya
Kepala Satuan Reserse Mobil Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Ahmad Rivai yang dimintai konfirmasi membantah penjelasan Lutfi. Berdasarkan hasil pemeriksaan petugas, kata dia, surat izin pengelolaan parkir itu tidak pernah dikeluarkan oleh pemerintah. "Surat itu palsu," katanya.
Keterangan serupa dinyatakan Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya, Komisaris Besar M. Iriawan. "Semuanya sudah berjalan sesuai prosedur," katanya. Ia menerangkan, upaya pemberantasan dilakukan lantaran selama ini polisi kerap memperoleh laporan dari masyarakat.
Kisruh itu ditanggapi keras oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane. Menurut dia, sengketa itu tidak akan mengemuka jika jajaran intelijen kepolisian berjalan dengan baik. "Kepolisian ditingkatan Pospol dan Polsek mestinya juga turun tangan," katanya.
Untuk mengurai sengkarut itu, Neta menganjurkan agar mereka yang merasa menjadi korban segera melapor kepada Komisi Kepolisian Nasional dan jajaran Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Metro Jaya. "Korban dapat meminta bantuan dari pengacara," katanya.
RIKY FERDIANTO