TEMPO Interaktif, Jakarta: Pakar Otonomi Daerah Profesor Ryaas Rasyid berpendapat pembangunan menara telekomunikasi di daerah perlu diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres).
"Ini untuk meredam konflik kepentingan, sekaligus memberikan kepastian usaha bagi investor telekomunikasi," kata Ryaas pada diskusi bertajuk 'Hak Otonomi versus Kepentingan Investor dalam Bisnis Telekomunikasi Seluler', di Jakarta, Kamis (19/2).
Dia mencontohkan perselisihan yang sering terjadi antara Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 2/Per/M.Kominfo/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi dengan Peraturan Daerah. Pada persoalan ini, Pemerintah Daerah mengaggap aturan daerah tentang menara terpadu sudah lebih dulu ada ketimbang Peraturan Menteri tersebut.
"Secara yuridis Peraturan Daerah lebih kuat dibandingan Peraturan Menteri. Sebab, Peraturan Menteri hanya berlaku internal," ujarnya.
Sebab itu, Ryaas melanjutkan, Peraturan Menteri harus dinaikkan menjadi Peraturan Presiden untuk mengalahkan Peraturan Daerah. Sehingga, Peraturan Presiden dapat menjadi pegangan mengatur pembangunan menara telekomunikasi di daerah. "Dan bisa memaksa Peraturan Daerah menyesuaikan diri," kata dia.
Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan Audy WMR Wuisang, berpendapat senada bahwa Peraturan Daerah tidak berada di bawah Peraturan Menteri. Sehingga menteri tidak punya wewenang mengintervensi daerah. "Jadi, izin pembangunan menara bukan wewenang pemerintah pusat," kata Audy.
Menurutnya, ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 10/2004 pasal 7 tentang lima jenis jenjang perundang-undangan. Yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah.
Sehingga, ia melanjutkan, kasus perobohan sekitar 64 dari 148 menara telekomunikasi oleh Pemerintah Daerah Badung, Bali, sulit disalahkan. Sebab hal itu dilakukan dengan alasan menggangu tata ruang wilayah dan budaya setempat, serta dianggap tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau izin tidak diperpanjang.
Meski begitu, Ryas menyarankan perobohan menara telekomunikasi di berbagai daerah harus dilakukan dengan perhitungan dan kajian komprehensif. Kalau tidak, perobohan menara yang berfungsi sebagai penopang jaringan telekomunikasi secara sembarangan berpotensi menghambat perekonomian.
WAHYUDIN FAHMI