Padi itu diberi nama JSPGA-136. Nama itu kepanjangan dari Jenderal Soedirman Padi Gogo Aromatik, dan 136 merupakan nomor seri varietas padi tersebut.
Padi itu sudah ditanam di enam lokasi berbeda baik di Jawa maupun luar Jawa. Hasil penanaman tersebut, rata-rata satu hektar lahan bisa menghasilkan padi di atas lima ton.
Padi itu hasil perkawinan antara padi Poso dan Danau Tempe dengan Mentik Wangi. Padi Poso dan Danau Tempe merupakan padi dengan karakter toleran kering, hasil tinggi, namun rasa tidak enak. Sedangkan Mentik Wangi berkarakter, pulen, beraroma wangi namun tidak toleran air. Jadi padi gogo aromatik ini merupakan keturunan terbaik dari padi yang dikawinkan, kata Totok, Kamis (26/02/09).
Totok menjamin padi gogo temuannya tersebut sangat berbeda dengan padi Super Toy yang pernah menjadi kontroversi. "Secara keilmuan, Super Toy persilangannya tidak lazim," katanya.
Untuk menghasilkan padi aromatik ini, Totok telah melakukan penelitian sejak 2001 hingga 2006. Dia memperkirakan tanaman ini bisa mengatasi permasalahan pangan di daerah yang mempunyai banyak lahan kering.
Dari total areal lahan kering seluas 47 juta hektar yang ada di Indonesia, baru 1,1 juta hektar yang sudah dimanfaatkan. Areal tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan lahan persawahan irigasi seluas tujuh juta hektar. "Itu pun kalau tidak dijaga, paling 50 tahun lagi sawah akan habis," ujarnya.
Padi gogo aromatik tersebut sudah enam kali panen. Akhir Januari lalu, panen di Banjarnegara menghasilkan 5,23 ton per hektar. Sedangkan panen di Kulonprogo, Yogyakarta, pada 12 Februari lalu, mampu mencapai 5,9 ton per hektar. Selang lima hari, panen di Desa Candiwulan, Kecamatan Kutasari, Purbalingga menghasilkan 6,24 ton per hektar. Panen terakhir di Desa Tegalpingen, Kecamatan Pengadegan, Purbalingga, memberikan 5,4 ton per hektar.
Totok berharap, gogo aromatik segera mendapat sertifikasi agar bisa diproduksi secara massal. "Harapan saya, padi ini bisa menjadi solusi masalah ketahanan pangan bangsa," imbuhnya.
ARIS ANDRIANTO