TEMPO Interaktif, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Fahmi Idris mengakui belum ada batasan resmi yang menentukan kandungan boleh diaborsi atau tidak. "Masih terjadi perbedaan mendasar antara agama dan medis," ujarnya di Jakarta, Rabu (4/3).
Menurut Fahmi, Ikatan Dokter pernah mengadakan konferensi selama dua hari untuk menentukan awal kehidupan yang berujung tanpa kesepakatan. Secara medis, aborsi terhadap kandungan dibolehkan. "Syaratnya tentu saja ketat, tidak sembarangan," ujarnya. Sedangkan agama, dalam berbagai aliran mazhab belum ada kesepakatan.
Selain itu, kata dia, keputusan aborsi harus ditentukan antara lain oleh medis, psikolog, dan rohaniawan. Dan, tidak semua lembaga kesehatan seperti rumah sakit, apalagi klinik, boleh membuka praktek aborsi. Hanya beberapa rumah sakit yang dibolehkan seperti Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatoto Subroto, Rumah Sakit Harapan Kita dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Alasan rumah sakit itu diberi wewenang aborsi, karena memiliki peralatan cukup dan tim medis yang memadai. Ikatan Dokter tak menjamin rumah sakit-rumah sakit kecil yang membolehkan tindakan aborsi , aman secara medis.
Menurut penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat terjadi 2,5 juta aborsi per tahunnya di Indonesia. "Tapi tidak jelas alasannya dan melakukannya di mana, itu belum diketahui," ujar Ketua Perhimpunan Obsterik dan Ginekolog Indonesia Nurdadi Saleh.
Ia lupa tahun berapa penelitian tersebut. Yang jelas situasi tersebut merepresentasikan praktek aborsi di Indonesia cukup tinggi. Terhadap praktek aborsi ilegal, menurut Nurdadi, ada indikasi medisnya dan dokternya mempunyai izin.
Kasus aborsi ilegal belum lama ini dibongkar Kepolisian Sektor Johar Baru, Jakarta Pusat. Klinik aborsi ditemukan di Jalan Percetakan Negara II. Diduga sudah ratusan bayi mati di rumah klinik yang membuka praktek aborsi ilegal selama 10 tahun itu.
DIANING SARI