TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah menyatakan larangan iklan rokok di televisi berpotensi menambah jumlah pengangguran.
“Ada sekitar 10 juta tenaga kerja yang mengantungkan hidupnya pada industri rokok dan industri terkait,” kata Freddy H. Tulung, Dirjen Sarana Komunikasi dan Desiminasi Informasi, saat menyampaikan keterangan pemerintah dalam sidang uji materi Undang-Undang Penyiaran di Mahkamah Konstitusi, Rabu(25/3).
Menurut Freddy ada sekitar 400 ribu orang yang bekerja langsung di industri rokok nasional. Petani tembakau dan cengkih masing-masing 2,4 juta dan 1,5 juta orang. Industri rokok juga menopang 4,8 juta pedatang grosir dan eceran. Rokok juga menghidupi sejuta tenaga kerja pendukung seperti percetakan dan transportasi. Industri rokok, pada 2008, menyumbang cukai Rp 57 triliun. Sedangkan belanja iklannya mencapai Rp 1,4 triliun.
Freddy menilai pemerintah telah melindungi anak-anak dan remaja dari bahaya merokok dengan membatasi iklan rokok. Batasan itu diatur dalam Pasal 46 ayat(3) huruf c Undang-Undang Penyiaran. Ketentuan itu melarang iklan promosi rokok yang memperagakan wujud rokok. Pemerintah juga hanya memperbolehkan iklan rokok muncul pada pukul 21.30 sampai 05.00 di televisi dan radio.
Pasal iklan rokok itulah yang sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi. Mereka meminta pasal 46 ayat (3) huruf C sepanjang frase “yang memperagakan wujud rokok” undang-undang itu dibatalkan karena bertentangan dengan konstitusi.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi, sebagai salah satu pemohon hak uji materi tersebut mengatakan iklan rokok di televisi harus dilarang karena sangat berbahaya bagi anak-anak. Dari sebuah penelitian 2001-2004 menyebutkan iklan rokok menyebabkan keinginan anak-anak usia 5-9 tahun untuk merokok meningkat hingga 400 persen. Di Indonesia ada 25 persen anak-anak yang merokok. "3,2 persen sebagai perokok aktif yang telah kecanduan," kata Seto Mulyadi di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Februari lalu.
Menurut Freddy, pemerintah tidak bisa melarang perusahaan rokok untuk beriklan di televisi. Rokok bukan termasuk produk terlarang dan tidak ada satu pun jenis rokok yang dilarang peredarannya. “Ini beda dengan minuman beralkohol,” ujarnya.
Anggota Komisi Perlindungan Anak Dina Kania menyatakan industri rokok gencar melakukan promosi dengan membidik pangsa pasar anak-anak dan remaja. Komisi mencatat selama sepuluh bulan pada 2007 terdapat 1.350 kegiatan yang disponsori rokok. “Sebagian besar acara olahraga,” ujarnya.
Perusahaan juga sering menayangkan iklan rokok secara terselubung. Cara ini dipakai untuk mengakali pembatasan waktu iklan rokok. Bentuknya berupa sponsor acara musik dan olahraga di televisi. Mereka juga membuat iklan layanan masyarakat dengan menampilkan logo rokok. “Hanya Indonesia dan Kamboja yang memperbolehkan iklan rokok di televisi,” kata Dina. Dia berharap Mahkamah Konstitusi mencabut ketentuan iklan rokok tersebut.
Sementara itu, Mardiyah Chamim wartawan majalah Tempo mengatakan hasil investigasinya menemukan industri rokok melakukan lobi saat penyusunan Undang-Undang Kesehatan sehingga rokok tidak termasuk dalam zat adiktif. ”Dari investigasi dokumen-dokumen perusahaan besar rokok sejak awal memang didesain akan dipasarkan ke anak-anak muda,” ujarnya saat memberikan keterangan sebagai ahli.
SUTARTO