TEMPO Interaktif, Jakarta: Musim penghujan yang melanda selama masa berbunga kemungkinan mengikis perkiraan produksi kopi Indonesia, produsen kopi terbesar kedua dunia setelah Brasil. Demikian menurut laporan asosiasi penghasil kopi di Tanah Air.
Produksi diprediksi sekitar 320 ribu metrik ton tahun ini, 20 persen lebih kecil dari perkiraan awal, kata Hassan Widjaja, Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia.
“Bunga-bunga jatuh berguguran dari pohonnya karena hujan yang lebat, terutama di bagian selatan Pulau Sumatera," katanya melalui telepon dari Medan, Sumatera Utara, kepada Bloomberg, Rabu (25/3). "Kami perkirakan produksi mirip dengan tahun lalu sebesar 400 ribu ton."
Berkurangnya pasokan dari Asia Tenggara memperburuk kejatuhan produksi saat negara produsen lain, seperti Brasil dan Vietnam memperkirakan hasil panennya yang lebih kecil. Produksi kopi dunia pada tahun yang berakhir pada September menjadi 4,2 persen kurang dari perkiraan, kata Organisasi Kopi Internasional pekan lalu.
Harga kopi jenis Robusta untuk pengiriman Mei jatuh 0,8 persen ke level US$ 1.564 per metrik ton pada perdagangan Liffe di London, Inggris. Perdagangan kopi berjangka sudah mengalami kenaikan dua persen tahun ini.
Produksi yang lebih rendah memaksa Indonesia meningkatkan impor sedikitnya sepuluh persen tahun ini dari sekitar 75 ribu ton pada 2008, kata Widjaja. Tingkat konsumsi kemungkinan meningkat sepuluh persen menjadi 220 ribu ton.
“Kebanyakan orang minum kopi dengan alasan kesehatan dan gaya hidup," ujar Rachim Kartabrata, sekretaris eksekutif asosiasi ini. “Konsumsi meningkat saban tahun dan pembeli dengan senang hati membayar lebih."
Harga robusta -- jenis yang banyak dipakai dalam berbagai racikan dan seduhan kopi instan -- dari para pengepul di Lampung meningkat 31 persen hingga sekitar Rp 17 ribu per kilogram tahun ini.
Indonesia kebanyakan menghasilkan kopi jenis robusta, dan bagian selatan Sumatera memiliki 80 persen produksi kopi nasional.
BOBBY CHANDRA