“Sebelum terjadi bencana sudah ada tim yang melakukan survei,” kata Kepala Bidang Mitigasi Bencana Sutopo Purwo Nugroho dalam jumpa pers (31/03). Namun, saat itu tim tidak mengkaji secara khusus kemampuan dan kelayakan Situ Gintung.
Jumat subuh pekan lalu tanggul Situ Gintung jebol sehingga menewaskan 99 orang warga Desa Cireundeu, Banten dan 100 orang lainnya hilang.
Sutopo menjelaskan, hujan tidak menjadi faktor utama penyebab jebolnya tanggul. Curah hujan saat itu mencapai 113,2 milimeter per hari. Curah hujan itu jauh lebih sedikit jika dibandingkan pada 1 Februari 2007 maupun pada 10 Februari 1996 saat Jakarta mengalami banjir besar dengan curah hujan masing-masing mencapai 275-300 milimeter per hari dan 180 milimeter per hari.
“Tapi waktu itu tanggul tidak jebol,” kata Sutopo. Namun, curah hujan dapat menjadi pemicu karena volume air naik secara cepat sehingga limpas dari spillway. Selain itu, berdasarkan sistem hidrologi jebolnya tanggul juga tidak ada kaitannya dengan penggunaan lahan di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai Pesanggrahan.
Analisa terhadap pintu pelimpas banjir atau spillway berdasarkan dokumentasi pada 5 Desember 2008 menunjukkan adanya erosi buluh atau piping pada struktur spillway. Saat itu survey tidak secara khusus meneliti kekuatan dan konstruksi tanggul tapi menitikberatkan kualiatas dan pemanfaatan air. Setelah terjadi bencana, dokumentasi dikaji lebih mendalam untuk mengetahui faktor-faktor penyebab jebolnya tanggul.
Erosi buluh terjadi secara alamiah tidak ada ukuran tua atau mudanya usia tanggul. Air selalu mencari titik-titik celah rendah, sumber celah tersebut dapat dideteksi dengan teknologi isotop. “Titik sekecil rambutpun akan dialiri, ketika volume air naik daya dorongnya menjadi kuat sehingga bisa menggerus dasar tanggul,” tambahnya.
Sebenarnya celah-celah kecil tersebut ada indikasinya yakni dengan munculnya sejumlah mata air disekitar tanggul. Beban disekitar tanggul juga bisa mempengaruhi melemahnya kekuatan tanggul. Daerah sekitarnya tidak boleh didirikan hunian rumah. Hunian harus diberi jarak minimal dalam radius 15 meter dari bagian kaki tanggul.
BPPT memberi beberapa rekomendasi agar kejadian serupa tidak berulang. Perlu ada survei dan review situ-situ yang diduga memiliki potensi bencana. Saat ini jumlah situ di Jabodetabek seluruhnya berjumlah 218 dengan luas total 2.166,50 hektar.
Adapun karakteristik penyebab jebolnya tanggul didunia antara lain 35 persen peluapan, 6 persen longsor, 21 persen pondasi, dan 38 persen erosi buluh.
AQIDA SWAMURTI