"Retakan ini ada dalam kajian Situ Jabodetabek untuk Waduk Resapan," ujar Asisten Deputi Urusan Analisa Kebutuhan Iptek Kementrian Negara Riset dan Teknologi Edie Prihantoro ketika ditemui dikantornya Kamis (2/4)
Kajian ini diakui Edie memang sudah diserahkan Departemen Pekerjaan Umum. Namun saat itu hasil kajian memfokuskan bagaimana konversi situ-situ di Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menjadi waduk resapan. "Bukan studi kelayakan suatu situ," jelasnya. Maka retakan yang memicu jebolnya tanggung situ gintung Jumat dini hari (27/3), menurut Edie luput jadi perhatian.
Kementrian melakukan kajian situ-situ memang untuk menjadikannya waduk resapan. Konsep ini, ujar Edie sudah diterapkan pada situ di Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat.
Bobolnya tanggul, ia melanjutkan disepakati akibat adanya penggerusan pada pintu air yang terlihat adanya retakan. "Pintu air memang kekuatan terlemah tanggul," tegas Edie. Bukti penggerusan terlihat jelas setelah ambrolnya tanah di sekitar pintu, tampak bekas aliran air yang telah membentuk jalur-jalur. Diperkirakan Edie penggerusan inilah yang membentuk mata air di pemukiman penduduk.
Menurut Edie, penggerusan di pintu bisa disebabkan antara lain debit air terlalu banyak, kurangnya penggedukan, hingga menurunnya luas tutupan lahan. Posisi pintu yang curam dengan perumahan penduduk memudahkan jebolnya tanggul. "Seharusnya pintu dibuat pada dataran yang di bawahnya tidak padat penduduknya," sarannya.
Pemukiman dibawah Edie pintu diakuinya memang tidak layak huni. Maka kalau memang ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pantaslah Pemerintah Daerah yang disalahkan.
DIANING SARI