TEMPO Interaktif, Jakarta:-Pasal pencemaran baik di berbagai negara sudah semakin tidak populer untuk menjerat pers. Karenanya pasal pencemaran nama baik dihapuskan dari pasal Undang-Undang Pidana.
Mantan Ketua Dewan Pers Atmakusumah Astraadmadja mengatakan usulan penghapusan pasal tersebut sudah pernah disampaikan ke Mahkamah Konstitusi.
"Di beberapa negara bahkan negara miskin seperti Kongo, Srilanka sudah mulai menghapus dari ketentuan pidana dan digeser ke undang-undang perdata," ujar Atmakusumah usai Peluncuran Buku Pencemaran Nama Baik di Asia Tenggara yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen pada Jumat (3/4).
Menurut Atmakusumah, alasan penghapusan karena sukar dibuktikan,lebih sering karena pendapat, bersifat relatif sangat bergantung perasaan subyektif, multi tafsir dan tidak menimbulkan kerusakan permanen. Kerusakan itu,kata dia bisa diperbaiki. " Melalui klarifikasi, konfirmasi, ralat sesuai hak jawab dan koreksi," ujarnya.
Dia mengatakan lebih baik pasal tersebut dihapuskan. Namun jika masih tetap dipakai melalui undang-undang perdata. "Kalau harus ada sanksi harus proporsional dan tidak membangkrutkan," ujarnya.
Atmakusumah juga mengatakan saatnya organisasi jurnalis dan media bersatu melawan pembatasan untuk kebebasan pers.
Konsultan Hukum Federasi Internasional Jurnalis Jim Nolan mengatakan akan lebih baik pasal pencemaran nama baik di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 328 dihapuskan."Demikian juga dengan kriminalisasi pencemaran nama baik," ujar Jim.
Menurut dia, kebebasan pers di Indonesia yang terbaik di Asia Tenggara. Namun sayangnya undang-undang tidak diterapkan sebagaimana mestinya.
Dia pun mengomentari sanksi Undang-undang Transaksi Elektronik. Jim menyatakan tak menyangka ada sanksi yang cukup berat. Menurutnya sanksi itu 6 kali lebih berat." Sanksi ini juga akan menghambat pers dan pers baru," ujar Jim.
Sedangkan praktisi hukum Todung Mulya Lubis mengatakan untuk soal kebebasan pers ini baik parlemen dan Mahkamah Konstitusi bermuka dua. Untuk membatasi kebebasan pers, mereka melakukannya secara sistematis.
Sementara buku tersebut berisi kasus-kasus jurnalistik karena pencemaran nama baik. Di sebutkan beberapz kasus terjadi di Timor Leste, Philipina,Malaysia, Thailand dan Indonesia.
Direktur Senior Program Hukum Artikel 19 Toby Mendel mengatakan soal pencemaran nama baik di Asia Tenggara merupakan ancaman serius untuk pers. "Hukum secara reguler digunakan penguasa dan pengusaha untuk membatasi pers," ujarnya dalam salah satu alinea di buku tersebut.
DIAN YULIASTUTI