TEMPO Interaktif, Jakarta: Staf pengajar hukum pidana fakultas hukum Universitas Indonesia, Rudy Satriyo M, mengatakan bahwa pengadilan Ryan telah salah format dakwaannya.
"Seharusnya perkara di Depok dan di Jombang dijadikan satu," jelasnya kepada Tempo.
Tetapi dalam prakteknya, karena perkara tersebut dipisahkan, maka kasus yang di Jombang mesti disidangkan meskipun pengadilan negeri Depok telah menjatuhkan vonis mati. Pasalnya, kasus pembunuhan di Depok dengan kasus pembunuhan di Jombang merupakan dua kasus dengan korban yang berbeda.
Meskipun demikian, ia mengatakan jika nantinya di tingkat pengadilan tinggi atau mahkamah agung, Ryan, dinyatakan menderita penyakit jiwa sehingga bisa lepas dari tuntutan hukamn mati, maka pengadilan di Jombang tidak dapat memberikan hukum pidana.
"Bisa diadili, tapi tidak bisa dipidana karena sakit jiwa", tuturnya kepada wartawan, Selasa (07/04).
Oleh karena itu, jika kasus di jombang tetap digelar meskipun Ryan sudah dinyatakan sakit jiwa, maka hal tersebut melanggar prinsip persidangan sederhana, cepat, dan berbiaya murah.
Selain itu, Rudy juga menyayangkan tidak didatangkannya ahli jiwa, dalam hal ini psikolog yang independen dalam pengadilan di Depok.
"Seharusnya psikolog bukan dari pihak kepolisisan," jelasnya.
Psikolog yang bersaksi di pengadilan seharusnya berasal dari lembaga yang
independen. Hal tersebut dilakukan agar kesaksian tidak cenderung berat sebelah.
Mengenai perkara di Jombang sendiri baru bisa disidangkan seusai perkara di Depok selesai.
Sebelumnya pada pengadilan yang digelar pada 24 desember 2008, penasehat umum terdakwa telah mengajukan kepada hakim agar berkas perkara di Jombang dan Depok dijadikan satu.
Akan tetapi permohonan tersebut ditolak oleh jaksa penuntut umum (Tempointeraktif,
tanggal 24/12).
Very Idam Henyansyah alias Ryan diadili di pengadilan negeri Depok karena melakukan pembunuhan terhadap Heri Santoso di apartemen Margonda Residence pada bulan Juli 2008.
Selain membunuh Heri, Ryan juga diduga melakukan pembunuhan kepada 10 orang lain di Jombang.
TIA HAPSARI