TEMPO Interaktif, Jakarta: Seorang gadis asal Napa, Tapanuli Selatan, diperdayai tujuh laki-laki yang saban hari bertugas menjaga keamanan dan ketertiban kota, yaitu satuan polisi pamong praja. RWH, inisial bocah 14 tahun itu, mengalami kekerasan seksual tak terperi.
Aib yang menimpa pekerja restoran di kawasan wisata Semayan, Padang Sidempuan, itu berawal saat dirinya dibujuk untuk pulang. "Saya diminta pulang oleh paman, karena ibu sakit," kisah RWH dalam video testimoni yang diputar di Komisi Perlindungan Anak di Jakarta, Kamis (14/4).
Entah setan macam apa yang merasuki paman RWH. Ia bukannya diantar pulang menengok ibunya yang dibilang sakit. RWH diserahkan kepada seseorang bernama Andre. Dengan mata telanjang, RWH melihat Andre menyodorkan Rp 300 ribu kepada pamannya. "Transaksi" itu berlangsung di sebuah hotel di Kota Padang Sidempuan, 25 Februari 2009.
Malang benar-benar menimpa RWH pada malam itu. Sehabis dipaksa melayani sahwat Andre, RWH terjaring operasi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padang Sidempuan, Sumatera Utara.
Dengan tubuh lemas dan kusut, RWH diangkut ke markas pertugas keamanan kota itu. Ia bukannya ditolong dan diantar pulang untuk menegok ibunya yang sakit. Tujuh aparat sipil ramai-ramai menggilir RWH yang tak berdaya. Runyamnya, komandan petugas itu ambil bagian.
Yang menyesakkan dada RWH, esoknya, 26 Februari, sang komandan satuan polisi mengantarkannya pulang ke Napa. Dengan gagah berani komandan tersebut melaporkan kepada ibu RWH bahwa diirinyalah yang menyelamatkan jiwa anak perempuan itu dari upaya perkosaan.
Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka
Sirait, gusar begitu mengetahui kasus tersebut. Terkesan, kata dia, perkara ini ditutupi pemerintah setempat. "Ada indikasi Pemerintah Kota Padang Sidempuan mengaburkan kasus ini," ujarnya di kantornya, Kamis (16/4) .
Menurut Arist, Kepolisian Resor Kota Padang Sidempuan mestinya bisa segara mengungkap kekerasan seksual ini. Korban, kata Arist, hanya bisa mengeluh kepada majikannya. Pada 10 Maret mereka mendatangi kantor Pemerintah Kota Padang Sidempuan, tapi tak mendapat respon. Arist berharap kasus ini dituntaskan. "Baik korban maupun ibunya mengalami depresi berat."
DIANING SARI