"Itu sebuah pilihan," kata ekonomo Chatib Basri dalam acara seminar tentang krisis ekonomi global di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. "Kalau ada produk baru yang murah, Anda tidak akan tanya ini produk mana. Tapi harganya murah atau tidak."
Belanja pemerintah yang akan diprioritaskan untuk produk dalam negeri diperkirakan tidak langsung memberi efek berarti. Sebab, pelaksana pengadaan barang akan melakukannya dengan hati-hati sesuai aturan antikorupsi. Sehingga, proses akan berjalan lambat.
"Ini bukan berarti upaya memberantas korupsi harus dihentikan," kata Chatib. Ia menambahkan, justru stimulus fiskal dari pemerintah yang akan membantu kesinambungan dunia usaha Indonesia. Namun harus diarahkan pada sektor perdagangan.
Tom G. Palmer, Vice President untuk International Program pada Atlas Economic Research Foundation berpendapat, negara-negara di seluruh dunia bisa keluar dari krisis ekonomi global asalkan bisa bekerja sama.
Salah satunya dengan tidak melakukan kebijakan proteksionisme. "Kalau (proteksionisme) dilakukan, pasar akan menciut. Ini hanya akan menguntungkan sejumlah pihak saja. Sisa negara di seluruh dunia yang dirugikan," tutur Palmer yang mengakui kebijakan "American buy American" termasuk kategori proteksionisme.
Berkaitan dengan promosi produk domestik, pemerintah mengundang sekitar seratus negara untuk menghadiri Pameran Produksi Indonesia yang akan diselenggarakan pada 13-17 Mei mendatang. Dari seratus negara yang diundang, sampai saat ini delapan negara sudah menyatakan kehadiran mereka.
Delapan negara yang sudah menyatakan konfirmasi adalah Jepang, Pakistan, India, Cina, Sri Langka, Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Iran. "Itu data sampai hari ini, ada kemungkinan terus bertambah," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Departemen Perindustrian Dedi Mulyadi di Jakarta, Kamis (7/5).
Pameran ini, kata Dedi, merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengkampanyekan cinta produk Indonesia. Produk yang paling banyak ditampilkan adalah makanan, agro, dan kimia.
NIEKE INDRIETTA