TEMPO Interaktif, Jakarta: Masih terasa pahit buih ludah dari kerongkongannya. Seperti ada cairan hangat yang berbalik arah dari kerongkongan, dan dirasakannya hingga rongga mulut. Lambung dan ulu hatinya juga serasa menyusut dan nyeri. Sudah kesekian kali dalam beberapa pekan terakhir Ida (bukan nama asli) merasakan hal itu. Perempuan berusia 29 tahun ini mengira yang dirasakannya adalah gejala penyakit maag. Namun, obat maag yang ia telan ternyata tidak mengurangi penderitaannya, sehingga lama-lama ia terbiasa dengan rentetan ketidaknyamanan itu.
Asumsi sebagian besar orang, sakit maag memang identik dengan penyakit asam lambung. Padahal ada satu jenis penyakit kronis lain yang disebabkan oleh peningkatan asam lambung, yang disebut gastroesophageal reflux disease (GERD). Menurut dokter ahli penyakit dalam konsultan penyakit lambung dan pencernaan Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, dr Ari Fahrial Syam, SpPD, penyakit ini akibat banjirnya asam lambung dari usus 12 jari ke lambung, lalu menanjak ke kerongkongan.
"Penyakit ini masih belum dikenal masyarakat," katanya dalam diskusi mengenai GERD di restoran Penang Bistro, Jakarta, Senin pekan lalu. Banjir asam lambung itu, menurut Ari, disebabkan oleh terganggunya katup esophagus sphincter bawah--katup penghubung kerongkongan dengan lambung. Tekanan pada lambung memicu katup esophagus sphincter bawah melemah sehingga terjadi arus balik makanan atau cairan dari lambung ke kerongkongan.
Penyebabnya bisa bermacam-macam, dari faktor genetika hingga kegemukan. Malah Ari menuding gaya hidup sebagai faktor risiko utama. Dokter berkumis ini melihat pola makan yang buruk dan kurangnya berolahraga yang secara signifikan terkait dengan gangguan asam lambung. Dia menyorot kebiasaan masyarakat modern yang doyan meneguk kopi dan minuman beralkohol, ditambah merokok dan padatnya jadwal bekerja yang bikin stres. "Semua itu merangsang lambung memproduksi asam lambung berlebihan," katanya.
Selain itu, dokter yang berpraktek di Rumah Sakit Husni Thamrin, Jakarta, ini menuding kebiasaan orang yang langsung tidur sehabis makan sebagai penyebab penyakit tersebut. Menurut dia, hal ini terkait dengan masalah gravitasi. Bila tidur telentang, isi lambung bisa berbalik arah (refluks) ke kerongkongan. Pola ini membuat makanan yang kita konsumsi tidak diproses alat pencernaan dengan baik. Akibatnya, dinding kerongkongan terluka dan usus mengalami infeksi.
Lalu bagaimana mengetahui bahwa seseorang itu menderita GERD? Ternyata rasa enek pada mulut saja bisa menjadi indikator seseorang menderita gangguan ini. Lazimnya juga diderita seseorang yang mempunyai penyakit maag yang tidak kunjung sembuh. Gejala lainnya, rasa panas pada bagian tulang dada, yang dikenal dengan istilah heart burn. Kemudian kesulitan menelan, sendawa, batuk kronis pada malam hari, dan radang tenggorokan.
"Asam lambung yang menyebar ke mana-mana juga bisa menyebabkan sakit gigi dan pilek," Ari menjelaskan. Kemudian, saat memasuki gejala akut, pasien akan mengalami penurunan berat badan secara drastis, muka menjadi pucat tanpa sebab, dan kerap muntah darah, juga buang air besar berwarna hitam.
Sekitar 80 persen orang yang sudah memiliki gejala GERD mengalami kesulitan tidur. "Produksi asam lambung itu akan meningkat pada pukul 10 malam, sehingga mengganggu kualitas tidur pasien." Jika tidak diobati dengan benar, penderita sewaktu-waktu bisa terkena risiko komplikasi. Salah satunya komplikasi asma pada penderita yang sudah menderita gangguan saluran pernapasan. Menurut Ari, asam lambung dapat naik ke paru-paru hingga menyebabkan ruang pada paru menyempit. Bahkan, dalam jangka panjang, GERD bisa menyebabkan kanker esofagus (kerongkongan).
Hingga kini, salah satu pengobatan yang dianjurkan untuk GERD adalah penggunaan senyawa obat golongan proton pump inhibitor (PPI). Senyawa obat ini dinilai dapat menghambat pompa asam yang terdapat pada sel di lambung, sehingga mencegah terjadinya pelepasan asam lambung. "Pasien diberi PPI dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respons yang terjadi," Ari menjelaskan. Tes ini dianggap positif jika terdapat perbaikan dari 50-75 persen dari gejala yang terjadi.
Sementara itu, dr Mary Josephine dari PT AstraZeneca Indonesia menyebutkan, cuma sekitar 1 persen masyarakat Indonesia yang mengenal GERD. Padahal penyakit tersebut menyerang sekitar 4 juta orang di Indonesia. Data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, juga menunjukkan peningkatan kejadian GERD pada pasien yang menjalankan endoskopi saluran cerna bagian atas, yakni dari 6 persen pada 1997 menjadi 26 persen pada 2002.
HERU TRIYONO
6 Langkah Menghadang GERD
1. Hentikan kebiasaan merokok dan meneguk minuman beralkohol.
2. Menjaga berat ideal badan.
3. Pilih diet rendah lemak.
4. Jauhi makanan yang mengandung cokelat dan keju.
5. Hindari minuman yang merangsang pengeluaran asam lambung, seperti kopi dan minuman bersoda.
6. Kendalikan stres karena bisa meningkatkan produksi asam lambung. l