TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah Indonesia diminta menjalankan prinsip efektifitas guna merespon sengketa blok Ambalat. “Jangan sampai kejadian Simpadan dan Ligitan terulang,” ujar Ahli Hukum Internasional Universitas Gadjah Mada, Sigit Riyanto, ketika dihubungi.
Sigit menerangkan, prinsip efektifitas dapat dilakukan dengan menunjukkan simbol-simbol kedaulatan negara di sekitar perairan tersebut. Hal itu bisa ditunjukkan dengan mengintensifkan patroli atau mengerahkan segala sumber daya yang ada di sekitar wilayah perairan Ambalat.
“Sumber daya yang dimiliki saat ini belum maksimal. Masalah inilah yang saya kira tengah dimanfaatkan oleh pihak Malaysia, karena Sipadan dan Ligitan dahulu bisa lepas karena kita mengabaikan prinsip tersebut,” ujarnya.
Sigit menerangkan, wilayah Ambalat saat ini memang masih dalam tahap status quo (didiamkan untuk sementara waktu). Hal itu terjadi karena kedua wilayah belum menemukan kata sepakat mengenai batas wilayah yang akan dijadikan patokan.
Persoalan muncul lantaran metodologi penentuan batas wilayah laut yang diatur dalam Konvensi 82 kerap menimbulkan persoalan, baik berdasarkan penentuan garis sama jarak atau negosiasi berdasarkan bentuk topografi dan geologis.
“Pengukuran kedua model pendekatan itu seringkali overlapping (tumpang tindih),” ujarnya. Bahkan, kata dia, penetuan batas berdasarkan aspek historis dan sosial di wilayah itu hingga kini juga belum menemukan kata sepakat.
Menurut ahli hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, perairan Ambalat sebenarnya masuk dalam wilayah kedaulatan Indonesia. “Karena Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan,” ujarnya.
Dengan definisi tersebut, kata Hikmahanto, Indonesia sebenarnya dapat menarik garis batas dari pulau Karang Unarang yang terletak di tenggara Pulau Sebatik. “Sebagai pengganti garis pangkal di Pulau Sipadan dan Ligitan,” ujarnya.
Menurut Hikmahanto, kekuatan perang di wilayah Ambalat merupakan pengingkaran sikap Perdana Menteri Malaysia Najib Razak ketika datang ke Indoneisa pada April lalu. “Karena saat itu dia berjanji tidak akan menggunakan kekerasan,” ujarnya.
RIKY FERDIANTO