TEMPO Interaktif, Malang: Sejumlah elemen organisasi masyarakat di Kota Malang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Malang (AMPL) menolak pemberian Piala Adipura kepada Kota Malang.
AMPL menilai Kota Malang tidak layak memperoleh penghargaan lingkungan karena kondisi lingkungannya sudah rusak.
Indikator kerusakan lingkungan di Malang adalah seringnya terjadi banjir, tingkat pencemaran yang tinggi, dan suhu udara yang semakin panas. "Semua itu disebabkan karena kebijakan lingkungan yang tak berpihak pada lingkungan," kata Juru Bicara AMPL, Wiwid Tuhu Prasetyanto, Jumat (5/6).
AMPL mencatat ada sepuluh pelanggaran lingkungan yang dilakukan Pemkot Malang, antara lain beralihnya hutan kota menjadi perumahan mewah dan perkantoran, beralihnya daerah resapan air menjadi pusat perbelanjaan, bantaran sungai menjadi pemukiman, jalur hijau menjadi jalan raya, dan ruang terbuka hijau menjadi pusat perbelanjaan. "Perizinan untuk eksploitasi lingkungan dipermudah," ujarnya.
Pelanggaran tersebut mengakibatkan menyusutnya ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Malang. Data di Pemkot Malang menyebutkan RTH di Kota Malang saat ini diperkirakan tersisa 1,8 persen dari luas wilayah Kota Malang 110,6 kilometer persegi.
Baca Juga:
Seharusnya, berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, luas areal RTH setidaknya 30 persen dari total luas wilayah, yakni 20 persen untuk ruang publik dan 10 persen untuk ruang privat.
Menurut Wiwid, Pemkot Malang tak memprioritaskan pembangunan lingkungan. Ini bisa dilihat dari anggaran untuk pembangunan lingkungan yang sangat rendah.
"Nilai keteladanan lingkungan para birokrat dan politisi Kota Malang sangat rendah karena memaknai kelestarian lingkungan hanya dengan menanam pohon," tuturnya.
AMPL menilai Piala Adipura hanya sebatas formalitas politik belaka karena Kota Malang yang kerusakan lingkungannya sudah parah malah dapat penghargaan.
BIBIN BINTARIADI