Alasannya, rata-rata harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price masih di kisaran US$ 50 hingga US$ 55 per barel. "Rata-rata harga minyak mentah Indonesia selalu lebih rendah dibandingkan rata-rata harga minyak mentah dunia," kata Pri saat dihubungi Tempo, Jumat (12/6).
Pri menambahkan, kenaikan harga minyak mentah dunia juga baru berlangsung seminggu, sehingga belum bisa dikatakan berpengaruh pada APBN. Bahkan, APBN juga masih sanggup bertahan apabila rata-rata harga minyak mentah Indonesia mencapai US$ 65 per barel.
Menurut dia, hal yang patut menjadi indikator adalah apabila harga minyak mentah Indonesia (ICP) lebih dari US$ 65 per barel. Jika harga sudah melewati angka itu, maka tambahan untuk defisit akan lebih besar daripada penerimaan minyak dan gas.
Dia melanjutkan, selama semester dua tahun ini, harga minyak dunia diperkirakan di atas US$ 70 per barel. "Harga minyak dunia ini fluktuatif, kita tidak bisa mengendalikan," ujarnya.
Pri menjelaskan, ada tiga faktor yang menjadi penyebab kenaikan harga minyak mentah dunia. Pertama, menurunnya cadangan minyak Amerika Serikat sampai 4,4 juta barel. Biasanya, penurunan cadangan minyak AS antara 800 ribu sampai 1 juta barel.
"Meningkatnya penggunaan minyak di Amerika karena ini memasuki musim panas. Banyak yang menggunakan bahan bakar untuk bepergian, dan menggunakan penyejuk ruangan (air conditioner)," kata Pri.
Faktor kedua, lanjut Pri, adalah nilai tukar atas mata uang dolar Amerika Serikat yang lemah atas kebanyakan mata uang lain. Sehingga, harga minyak terlihat seolah-olah murah. Maka, pelaku pasar pun memburu minyak di pasar. Akibat naiknya permintaan ini, harga minyak dunia pun melambung.
Kemudian faktor ketiga, karena Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) yang tidak merencanakan penambahan pasokan minyak dunia.
Pri menambahkan, kenaikan harga minyak dunia bukan merupakan indikator membaiknya iklim produktivitas industri di tengah krisis. "Ini bukan karena permintaan minyak untuk industri meningkat. Krisis masih berlangsung," katanya.
Seperti yang dikutip dari kantor berita Associated Press, acuan harga minyak untuk antaran Juli turun US$ 0,62 ke US$ 72,06 per barel pada penutupan perdagangan Jumat 12/6) sore waktu Singapura. Pada Kamis (11/6), harga minyak meningkat US$ 1,35 ke posisi US$ 72,68, rekor tertinggi sejak Oktober tahun lalu.
NIEKE INDRIETTA