"Tidak ada jaminan sosial resmi maupun dari negara, jaminanya hanya bantuan keluarga," ujar Theo Vanderloop periset dari Badan Perburuhan Internasional di Jakarta Rabu (17/6).
Meski pekerja informal itu belum memiliki jaminan sosial, ternyata 60 persennya sudah tahu ada program ini di PT. Jamsostek. Survei ini dilakukan pada 2.068 pekerja di empat daerah (Jawa Tengah, Jakarta, Yogyakarta dan Kupang) .
Dari jumlah pekerja tersebut ternyata 80 persennya bersedia membayar secara rutin tiap bulan. "Hampir separuh lebih bersedia membayar Rp 20 ribu tiap bulannya," imbuh Loop.
Direktur Pasca bidang studi Diplomasi Universitas Paramadina Dina Wisnu mengungkapkan pemerintah perlu memberi insentif untuk meningkatkan partisipasi pekerja informal. "Konsep jaminan bisa dikaitkan dengan kemudahan mengambil kredit di bank," urainya.
Sementara itu Direktur PT. Jamsostek Hotbonar Sinaga menilai program jaminan bagi pekerja informal harus mengacu ke UU Sistem Jaminan Sosial Nasional. Karena pedomannya belum ada maka kini ditangani jaminan pekerja informal menjadi wewenang Jamsostek. "Secara legal, wewenang kami harusnya hanya pekerja formal," urainya.
Hotbonar menilai program jaminan atau asuransi bagi pekerja informal harus disatukan. Departemen sosial juga memiliki asuransi kesejahteraan sosial bagi pekerja informal. "Ini seperti tumpang tindih," tambahnya. Seharusnya konsep jaminan pekerja informal hanya dari satu pintu.
DIANING SARI